Polusi Cahaya Musuh Bintang dan Kunang-kunang

Tasik malam hari begitu segar setelah sore tadi diguyur hujan angin yang cukup besar. Hujan sore tadi seperti memandikan udara dari debu dan polusi. Dengan secangkir kopi hitam panas, tiga potong ulen goreng hangat dan sebatang rokok kretek terasa sangat pas untuk malam yang dingin sejuk ini. Sesuatu yang mahal rasanya ketika berada di Cilegon. Hampir sulit ditemui suasana ini. Dengan udara dan langit yang bersih malam ini, bintang-bintang begitu ramai. Sebuah pemandangan yang juga sulit ditemui di kota besar seperti Jakarta.

Jadi ingat salah satu contoh yang diberikan seorang guru Fisika ketika SMA. Dia menunjuk ke luar kelas, diujung sana terdapat ruangan kelas. Kemudian dia bertanya, “Kenapa ruangan itu terlihat gelap dari sini, padahal ketika kita mendekat dan melihat kedalam tidak gelap?”
Kemudian penjelasan ringkas dari sang guru kurang lebih seperti ini, “karena cahaya didalam kelas kalah dengan cahaya diluar kelas, sehingga di dalam kelas terkesan gelap.”


Kurang lebih sama seperti tulisan ini lebih jelas terbaca ketimbang tulisan ini. Mata kita akan sulit melihat objek yang kecerahannya hampir menyamai sekitarnya. Ada yang mengganggu disekitarnya. Itulah sebabnya mengapa di kota-kota besar sulit sekali kita melihat bintang di langit pada malam hari.

Disebut sebagai polusi cahaya, berarti intensitas cahayanya terlalu besar. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari polusi cahaya adalah bagi bidang astronomi. Daerah gelap yang biasa untuk melakukan pengamatan langit malam secara sempurna, sekarang ini semakin terbatas. Contoh paling nyata adalah yang dialami oleh Boscha.

Dampak polusi cahaya juga mempengaruhi hewan. Salah satunya adalah kunang-kunang. Serangga ini menghasilkan cahaya salah satunya untuk mengenali lawan jenisnya. Saya tidak pernah menemukan kunang-kunang ketika tinggal di Jakarta ataupun di Bekasi. Bisa jadi mereka merasa minderkarena cahaya yang dihasilkan kalah oleh lampu-lampu jalan yang ada. Bisa jadi si betina salah mengidentifikasi si jantan dan sebaliknya. -hahaha

Memang benar, tanpa cahaya kita tidak dapat melihat. Tapi kita memerlukan energi untuk menghasilkan cahaya pada malam hari. Cahaya buatan manusia selalu dikaitkan dengan perubahan iklim. Dengan pemikiran sederhana saya, jika lampu menyala coba pegang, pasti panas, terutama lampu bohlam. Perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya suhu bumi. Cahaya buatan manusia bersumber dari lampu, dan lampu menghasilkan panas. Maka panas tersebut akan menyebar pada sekitarnya. Mungkin itu sebabnya kenapa cahaya buatan manusia dikaitkan dengan perubahan iklim.

Masih ingat dengan Earth Hour? Gerakan mematikan lampu selama satu jam yang berlangsung akhir maret lalu. Katanya mampu mengurangi berjuta-juta CO2 dan menghemat penggunaan energi dan menurunkan suhu bumi. Satu jam cukup? Rasanya tidak. Bukan berarti juga kita harus hidup dengan obor seperti lagu anang tentang suasana di kota santri. Tapi setidaknya kita bisa berhemat agar kelak bintang dan kunang-kunang hadir di kota besar.
_____________________________________________
,Catatan dari Tasik tengah malam
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment