Save Our Sisters Di Hari Kebangkitan Nasional

Potret Saraswati dalam kampanye save our sisters di India - stylist.co.uk

Kemarin tanggal 18 Mei 2016, Mata Najwa mengangkat tema #SOS (Save Our Sisters). Tema SOS yang kepanjangan dari Save Our Sisters ini sebenarnya pernah digunakan pada sekitar tahun 2012. Latar belakangnya juga sama seperti di Indonesia belakangan ini. Kekerasan terhadap wanita. Bukan cuma kekerasan lantaran rumah tangga saja, tapi juga meningkatnya angka pemerkosaan yang disertai dengan kematian korban.

Gambar di atas adalah gambar Dewi Hindu Saraswati yang merupakan salah satu dari tiga dewi utama dalam agama Hindu. Dalam kampanye Save Our Sister di India, populer menggunakan tiga dewi utama sebagai poster. Lakshmi, Saraswati dan Durga digambarkan babak belur dengan pesan pray that we never see this day. Seolah menggambarkan kekerasan terhadap perempuan sudah level dewa sepertinya.

Tidak berbeda jauh seperti yang terjadi di India sepertinya mampir juga di Indonesia. Entah memang karena kejadian ini baru terjadi, atau memang baru terkuak? Terus terang saya pribadi tidak kuat melihat acara Mata Najwa kemarin. Saya tidak berani mengetahui lebih dalam yang terjadi pada Yuyun, Eno dan LN.

Chaos - openforum.com

Entah apa kata yang bisa mewakili kejadian-kejadian yang diulas di Mata Najwa. Yuyun misalnya. Ternyata bukan cuma kegilaan belasan pemuda yang menghilangkan nyawa seorang remaja putri dengan cara yang edan saja. Tapi juga terungkap betapa kasus Yuyun adalah salah satu masalah dari sekelumit masalah yang ada di Bengkulu. Khususnya di Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong. Lihat saja ulasan Budi Setiawan dalam sebuah postingan akun Facebooknya. Semoga ini bisa membelalakkan mata kita untuk melihat masalah lebih mendalam. Dan semoga pemerintah bisa menggunakan postingan status ini sebagai pintu masuk untuk memperbaiki Bengkulu.



Apa yang sinting? Belasan pemuda tersangka kasus Yuyun justru malah cengengesan waktu diperiksa aparat. Banyak portal berita mengatakan bahwa di wajah mereka sama sekali tidak menampakkan wajah penyesalan. Ironis! Apa jadinya kalau ketika dulu Sukarno meminta 10 pemuda untuk mengguncang dunia malah dapat pemuda-pemuda yang menghilangkan nyawa Yuyun ini? Gilak!

Seolah belum cukup tentang Yuyun, kita masih pula digemparkan berita seorang Balita tewas lantaran diperkosa. Iya! Balita diperkosa! Kurang sinting apalagi coba? Nafsu kok dilampiaskan pada balita. Kejiwaan? Agaknya ini penyakit yang sangat berbahaya. Mungkin hukumannya jangan dikebiri. Tapi ditelanjangi, kemudian penisnya diikat lalu digantung. Biarkan si pemiliknya ikut tergantung. Biarkan sampai putus dan sampai mati kehabisan darah.

Seolah belum reda kaget menyesakkan dada, kemudian muncul lagi berita tentang korban yang bernama Eno. Wanita ini diperkosa oleh pacarnya bersama dua temannya, lalu kemudian tewas setelah vaginanya dimasukkan gagang cangkul. Tidak tanggung-tanggung, kabarnya 90% gagang cangkul ini masuk ke dalam vagina hingga merusak organ dalam. Hukuman yang cocok? Mungkin baiknya ketiga bajingan ini ditelanjangi dan diikat. Lalu penisnya dipotong sedikit demi sedikit dengan menggunakan silet. Biarkan darah mereka mengucur. Biarkan tiga bajingan biadab ini mati kehabisan darah.

Sadis? Biar! Agar jadi pelajaran bagi calon pelaku untuk tidak sembarangan berbuat kejam. Mungkin itu sebabnya kenapa hukuman dalam Islam begitu sadisnya. Agar kejahatan di atas dunia dapat dihapuskan. Persetan dengan HAM dan segala turunannya. Pelaku bertobat? Ah itu urusan belakangan, yang penting dia merasakan apa yang korban rasakan.

Ilustrasi hari kebangkitan nasional - kriminalitas.com

Oh iya! Hari ini adalah hari kebangkitan nasional. Sedih gak sih liat begitu banyaknya berita negatif bertebaran jelang hari kebangkitan nasional? Seolah yang bangkit itu cuma nafsu-nafsu bejat anak bangsa tanpa disertai moral dan kemampuan berpikir. Semua hanya soal memuaskan nafsu. Kampret banget kan?

Saya berpikir, mungkin ini adalah buah dari pendidikan yang kita ajarkan dan yang diajarkan pada kita. Kerasa gak sih betapa sekarang banyak sekali orang tua memble yang atas nama HAM dengan mudah menghukum dan memenjarakan guru hanya karena hal sepele. Mencubit saja sekarang bisa masuk penjara. Jadi jangan heran kalau makin banyak anak-anak didik yang semakin kurang ajar terhadap gurunya karena merasa dilindungi.

Bukan cuma orang tua memble saja, tapi nilai yang hadir kemudian adalah nilai-nilai duniawi yang egois. Coba lihat jalan-jalan raya di Jakarta di jam-jam sibuk. Banyak banget terdengar klakson-klakson berisik di lampu merah atau perempatan. Semua seolah teriak untuk minta diberikan jalan. Bahkan aturan pun seringkali dilabrak. Tidak sedikit loh pengendara gila yang membunyikan klakson padahal lampu merah menyala. Tapi banyak dari mereka itu pengecut. Yang kalau dibentak balik karena lampu merah menyala, cuma lihat kanan kiri pura-pura bego. TAIK!

Generasi kita sekarang semakin tumbuh menjadi generasi egois yang semau gue. Gimana tidak? Orang tuanya sibuk memenuhi kebutuhan dunia yang seolah-olah hanya nilai tersebut yang bisa membuat hidup penerusnya lebih baik. Generasi egois ini awal muncul dari orangtua metropolitan di era 70-90an. Sekarang generasi egois ini sudah beranak pinak. Siapa saya? Saya adalah generasi di mana orangtua saya masuk dalam kategori 70-90an. Tapi untungnya hanya ayah saja yang banting tulang. Sementara ibu setia menjadi ibu rumah tangga. Walaupun tetap cari sampingan, tapi perhatian tetap terjaga.

Bayangkan jika orangtua metropolitan era 70-90an tadi dua-duanya sibuk bekerja. Siapa yang kemudian mengisi kekosongan hati anak-anaknya? Bagi orang tua yang cerdas, tentu bisa disiasati dengan waktu yang berkualitas, tapi jika kedua orang tuanya juga ternyata lebih mementingkan hiburan pribadi dalam mengatasi lelah? Apa yang terjadi? Sepi. Kosong. Jangan heran serial Anak Menteng begitu hits di era 90an.

Generasi egois itu kemudian jadi orang tua. Sadis kan? Mereka tidak mau berbagi tontonan dengan anak-anaknya. Anteng saja nonton sinetron-sinetron yang tidak patut ditonton anak-anak. Jangan heran kalau anak-anak yang nonton ini jadi tahu soal pacaran, bercumbu dan bahkan tidak canggung beradegan panas di dalam kelas sambil ditonton dan direkam.

Kebayang dong anak-anak egois yang mau menang sendiri ini jika terus dibiarkan tumbuh akan menjadi apa Indonesia kelak? Mungkin beberapa sudah melampiaskan kemarahan, kesendirian dan keegoisannya dalam permainan game online. Dengan caci-maki dan kata-kata kasar mereka bisa sesuka hati membunuh lawan mainnya. Tapi ya tidak bisa dibenarkan juga prilaku seperti ini. Lari ke dunia maya demi kepuasan sesaat. Lebih baik lari ke pantai atau ke hutan seperti Rangga. Eaaaaa.

Sejatinya Save Our Sisters ini harus jadi Save Our Generation. Terus terang saya yang baru menjadi ayah sangat khawatir dengan kondisi sekarang ini. Saya dan istri terus saling mengingatkan untuk tidak berkata dan berprilaku yang bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak baik pada anak. Bukan cuma pada anak sendiri, tapi juga anak-anak kecil yang ada di lingkungan kami. Karena seperti Ayah Edi sering ingatkan, Indonesia strong from home. Karena jika ingin membangun Indonesia yang tangguh di masa mendatang, harus dimulai dari dalam rumah.

Ah semoga kita selalu istiqomah memperbaiki diri. Aamiin.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment