Kita Sudah Dalam Era FinTech 3.0. Jangan Ketinggalan!

Ilustrasi uang - bisnis.liputan6.com
Duit!

Siapa yang tidak butuh duit di zaman modern ini? Semua butuh! Bahkan saking pentingnya benda bernama duit, orang bisa lupa diri. Segala macam cara dihalalkan demi mendapatkannya. Termasuk aksi-aksi jahat di dalamnya.

Ngomongin soal aksi jahat, saya jadi ingat cerita papap baru-baru ini (saya memanggil ayah saya dengan sebutan papap). Ternyata dulu saat awal 90an, papap pernah hampir menjadi korban perampokan. Zaman itu katanya, belum ada mesin-mesin yang bisa mengeluarkan uang seperti zaman sekarang. Pada zaman itu, saat orang ingin mengambil uang, ya harus datang langsung ke bank dan cairkan uangnya. Dan pencairan uang pasca gajihan tentu jadi sasaran empuk para pelaku kejahatan.

Satu waktu, papap mengambil uang gaji. Keluar dari bank, papap melipir dan menyeberang. Niatnya mau cari taksi katanya. Tapi entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba ada dua orang yang mepet papap. Mereka berdua memiliki senjata tajam. Mereka berdua berusaha melumpuhkan papap. Sepertinya dua begundal ini sudah tahu betul kalau ayah saya itu baru mencairkan uangnya di bank.

Perkelahian terjadi.

Menurut cerita papap, kedua orang itu berhasil dilumpuhkannya. Ah saya yang sudah dewasa ini, yang baru mendengarkan cerita langsung dari ayah, tentu saja tidak percaya. Karena saya tahu betul, saya belum pernah melihat papap sekalipun berlatih beladiri. Tak sekalipun! Hanya saja memang setiap pagi papap selalu berlatih pernapasan.

Waktu saya tanya, "Memang papap dulu pernah belajar beladiri apa?". Papap cuma jawab, "Ah enggak ada. Dulu sih cuma ikut-ikutan silat. Tapi enggak tahu kenapa pas kejadian badan kayak gerak sendiri aja. Terus pas papap naik taksi juga supir taksinya bingung."

"Mungkin kalau saya yang ada di posisi bapak, saya sudah sekarat.", begitu kata supir taksinya.

Begitulah bumbu kehidupan yang pernah dialami papap. Dan sepertinya zaman itu memang rawan sekali perampokan dan penjambretan uang. Tak heran beberapa sinetron kerap kali mengangkat tema ini menjadi salah satu adegan dalam scenenya.

Ilustrasi perubahan - gadingpesantren.com
Tapi sekarang zaman sudah banyak berubah. Metode transaksi bank kemudian berevolusi tentu dengan seiring perkembangan teknologi. Perkawinan antara dunia perbankan dan teknologi tak bisa dihindari lagi. Perkawinan mereka kemudian disebut dengan fintech (Finance Technology). Perkawinan dua bidang ini menghasilkan Fintech versi 2.0.

Loh? Kenapa ujug-ujug langsung versi 2?

Begini, persis seperti teknologi Website. Saat kemunculannya, website hanya bergerak satu arah saja. Si pemilik website membuat halaman-halaman yang hanya bisa dibuat oleh pemilik website atau orang yang memiliki akses langsung ke server tempat website tersebut tinggal. Benar-benar komunikasi satu arah, pengunjung tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan konten yang tampil pada halaman website.

Lantas hadirlah Web 2.0. Ini merupakan teknologi website dimana pengunjung dapat berinteraksi dengan konten yang ada pada website. Kita sebagai pengunjung bisa berinteraksi melalui komentar, rating dan lain sebagainya. Inilah yang kemudian membuat situs-situs sosial media seperti Friendster, Facebook dan lain-lain menemukan pintu untuk meraih kejayaannya.

Ilustrasi Fintech 2.0 - coinalert.eu
Eh iya, kembali lagi ke soal Fintech versi 2.0

Persis seperti Web 2.0, Fintech versi 2.0 ini juga membuka ruang agar nasabah bisa melakukan secara mandiri transaksi keuangannya. Jika pada masa sebelumnya transaksi keuangan hanya bisa dilakukan oleh Teller bank saja, sekarang setiap nasabah memiliki akses untuk bertransaksi secara mandiri. Kita kenal ada kartu debit dan kartu kredit. Yang keduanya bisa ditransaksikan secara mandiri melalui ATM (Atuomatic Teller Machine a.k.a Anjungan Tunai Mandiri).

Masih dalam kategori Fintech versi 2.0, Perkembangannya teknologi juga membuat bank semakin berinovasi untuk memanjakan nasabahnya. Mungkin bukan memanjakan juga kali ya, tapi membuat agar nasabahnya semakin mandiri. Maka selanjutnya hadir mobile banking dengan transaksi perbankan melalui SMS. Lalu ada lagi Internet Banking yang fungsinya sama seperti mobile banking, hanya saja nasabah langsung akses website milik bank yang bersangkutan.

Fintech versi 2.0 ini masih belum berhenti di sini. Bank masih terus berinovasi demi kenyamanan dan kemudahan bertransaksi bagi para nasabahnya. Kemudian muncullah yang bernama EDC. Singkatan Electric Data Capture, sebuah alat bantu pembayaran yang terdapat pada toko-toko yang sudah bekerjasama dengan bank. Persis seperti lagu rap NEO, Jika ingin sesuatu, cukup gesek saja! Dan yes! Transaksi kian mudah, tinggal gesek kartu dan tanpa kembalian. Mudah dan cepat!


Era Fintech 2.0 masih belum berhenti. Era kartu baru kemudian muncul. Dengan menggunakan teknologi RFID (Radio Frequency IDentification) seperti E-Money milik Bank Mandiri, Flazz Card milik BCA, Brizzi milik BRI dan lain-lain. Transaksi semakin mudah lagi. Karena berbeda dengan kartu debit dan kartu kredit, penggunaan kartu transaksi RFID ini semakin cepat dan mudah. Cukup tap n go saja alias tempel dan jalan. Transaksi ini sudah umum sekarang seperti yang kita lihat pada halte busway dan pintu masuk stasiun saat akan menggunakan commuterline.

Fintech 2.0 sudah berakhir? Belum! Masih ada lagi inovasi yang dilakukan oleh dunia perbankan. Mungkin untuk yang ini bisa juga disebut sebagai Fintech versi 2.5. Karena untuk mewujudkan ini, banyak perbankan yang kemudian menggandeng perusahaan teknologi untuk mewujudkannya. Eh tapi beberapa sebenarnya anak perusahaan dari bank tersebut sih. Yang mereka buat adalah evolusi dari mobile banking. Karena sekarang sudah semakin langka orang bertransaksi dengan menggunakan SMS Banking, maka evolusi dilakukan tentu disesuaikan dengan HP yang ada pada zaman ini. Smartphone berbasis Android dan IOS kemudian dirambah. Para pelaku perbankan berlomba-lomba membuat APP mobile sebagai transaksi mobile banking via SMS.

Boomingnya teknologi-teknologi Fintech 2.0 ini yang kemudian memberikan cap baru bagi masyarakat penggunanya. Cashless society namanya. Sebuah kondisi dimana masyarakat sudah tidak lagi bertransaksi dengan uang fisik. Kebanyakan sekarang bertransaksi dengan menggunakan uang digital hasil pengembangan Fintech. Bank Indonesia menyebutnya dengan GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai). Sebuah gerakan dimana tidak perlu lagi membawa uang cash kemana-mana. Jadi, kejadian-kejadian seperti yang dialami oleh papap kian berkurang. Terasa sekali kan sudah sedikit sekali atau bahkan nyaris tidak ada kejadian perampokan uang terhadap perorangan.

Ilustrasi Cashless - condo.ca
Eh, tunggu dulu! Era Fintech masih berlanjut.

Sekarang ini zamannya startup. Mereka punya keunggulannya masing-masing. Banyak dari mereka yang kemudian melirik bidang keuangan dan transaksi uang. Beberapa dari mereka kemudian memiliki sistem pembayrannya sendiri. Persis seperti tabungan di bank. Inilah era dimana disebut dengan Fintech 3.0.

Di Indonesia sendiri, saat ini setidaknya terdapat 135 hingga 140 startup yang bergerak di bidang Fintech. Itu catatan dari fintechIndonesia. Oh iya, fintechIndonesia adalah asosiasi yang menampung para startup yang bergerak di bidang Fintech. Per November 2016 ini, anggotanya sudah bergabung 55 startup. Dengan 41 di Fintech 2.0 dan 14 di Fintech 3.0.

Daftar startup yang tergabung dalam FintechIndonesia - Indonesia Fintech Report 2016
Finance dengan teknologi tujuannya untuk memudahkan kita sebagai penggunanya. Semakin mudah dan cepat bertransaksi, tentu semakin banyak waktu kita tersisa. Kita bisa lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal bermanfaat lain. Seperti yang akan rilis tahun depan oleh Amazon.com. Sebuah konep baru untuk berbelanja. Tak perlu bawa uang, tak perlu kasir. Semua bisa dilakukan mandiri, cepat dan mudah. Cukup bawa smartphone dengan jumlah kredit saja yang cukup. Selesai!




sumber :
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment