Jajal MRT, Biar Kekinian

Pintu masuk stasiun MRT Lebak Bulus dekat Carefour
Hype warga Jakarta menyambut moda transportasi anyar ini benar-benar terasa. Dan banyak sekali yang turut ambil bagian dalam promonya. Jak Lingko enggak usah diomongin lah ya, karena memang nantinya dia yang akan punya hajat untuk menyambungkan seluruh moda transportasi di Jakarta. Tapi ada e-commerce besar macam Bukalapak yang turut mendukung hajat ini.

Bayangkan saja untuk trial-nya dibagikan gratis di Bukalapak, Ada quotanya, tapi tetap saja gratis. Dan istri saya iseng beli 3 voucher dari Lebak bulus dan 3 voucher dari Dukuh Atas, dimana 1 voucher bisa untuk 2 orang. Maka alhasil, kami ber 5 berangkat ke Lebak Bulus di Minggu pagi, sekalian Car Free Day ceritanya.

Begitu naik ke stasiun Lebak Bulus, kami mendapati ruang besar yang masih kosong, tapi sudah banyak mesin tiket otomatis di sini. Oh iya, tiket.com dan gojek sudah ada iklannya di stasiun ini. Sungguh luar biasa penetrasi 2 brand ini. Bener-bener enggak mau kehilangan momen. GAHAR!

Ini penampakan mesin tiket otomatis pada salah satu sudut stasiun
Dan karena berangkat ke sini bawa Damar, alhasil lah kami berlama-lama melihat deretan kereta yang sedang parkir.



Sudah bosen liat kereta parkir, saatnya kita jajal naik MRT. Bini langsung buka aplikasi Bukalapak, terus scan. Dan kita sama mas-masnya dikasih stiker sebagai pengganti tiket. Maklum lah, ini kan masih uji coba aja.


Sedikit menggali memori waktu naik MRT di Singapura, pintu untuk naik ke dalam kereta itu benar-benar sama amannya. Berlapis, sehingga tidak ada ruang bagi penumpang untuk masuk ke rel. Benar-benar steril.

Dan begitu naik, kecepatan kereta pun benar-benar asoy. Kalau dibandingkan dengna KRL, goncangan pada MRT terkesan lebih lembut. Awalnya sih saya menduga karena moda transportasi ini dikendalikan jarak jauh. Tapi bulan-bulan berikutnya naik MRT sama saja kasarnya. Ini mah soal skill supirnya aja kayaknya.


Damar yang bisa dibilang tergila-gila dengan kereta ini seolah tidak ingin kehilangan momen. Matanya terus saja melihat keluar menatap rel. Sesekali bilang kereta. Apalagi saat kereta kami berpapasan dengan arah yang berlawanan. Dia kaget, tapi bahagia. Aneh!

Pulangnya, sama, di stasiun Dukuh Atas juga saya sudah menemukan ada iklan GoJek di sana. sekadar pesan dari babang GoJek untuk kabarin kalau udah nyampe stasiun. Oh iya, ritual uji coba di stasiun ini pun sama seperti di stasiun Lebak Bulus, scan dan dapat stiker.


Kali ini warnanya biru, beda dengan yang tadi pagi.

Kesan naik MRT :
  • Ini benar-benar moda transportasi masal yang keren. Stasiunnya adem, tapi untuk peron layang ya tetap terasa lebih hangat, karena outdoor.
  • Lebih seru naik yang layang ketimbang bawah tanah. Kalau di bawah tanah itu gelap, enggak ada pemandangan.
  • Sudah di bawah tanah tidak ada pemandangan, sinyal pun tak ada. Waktu kami naik, hanya ada Telkomsel di sana. Tetep ya, plat merah mendominasi dulu, baru yang lain.
  • Kalau harga tiket dari Lebak Bulus ke HI itu belasan ribu, sudah dipastikan target market MRT ini adalah kelas menengah. Dan yang pasti iklan-iklan yang akan terpapar nanti di stasiun pasti untuk kelas menengah semua.
Salut lah buat Jakarta yang udah punya MRT. Tinggal masalahnya adalah Transjakarta menuju MRT Lebak Bulus yang MUACET dan soal kantung parkir. Eh iya, kayaknya hadirnya MRT ini menghidupkan BlokM yang katanya sudah pelan-pelan ditinggalkan. Mungkin itu sebabnya di samping logo Pasaraya sekarang ada logo GoJek. Mereka ngantor di sana sekarang.

Udah gitu aja.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment