Refleksi Lebaran 2020, Jangan Sombong!

Ucapan selamat Hari Raya Idulfitri IG:pedulisehatindonesia
Idul fitri 1441 H terasa sangat berbeda. Enggak bisa kemana-mana karena corona virus (covid-19). Ya, sejak kasus positif pertama kali terkonfirmasi dan dipublikasi secara luas oleh Presiden Joko Widodo, maka sejak saat itu sepertinya semua mata media fokus menyorot topic pandemic ini. Sempat terjadi panic buying di beberapa titik di Jakarta. Orang-orang berduit itu khawatir kalau akan terjadi lockdown sehingga mereka buru-buru beli kebutuhan pokok untuk jangka panjang.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta kemudian mulai berlaku sejak 10 April 2020 lalu dan hingga tulisan ini dibuat, PSBB di Jakarta belum dicabut. Apakah PSBB ini sama dengan lockdown? Sepertinya agak berbeda dengan lockdown yang diberlakukan di Wuhan, China. Kalau lihat dari video di bawah ini, perlakuan lockdown di sana sangat ketat dan benar-benar menahan orang untuk tetap di tempat tinggalnya.


Rasanya tidak elok memang jika membandingkan lockdown di Wuhan dengan PSBB di Jakarta. Selain secara istilah berbeda, secara peraturan hingga mental masyarakatnya juga berbeda. Tapi ada yang membuat saya tersadar dan mungkin banyak orang sepakat. Bahwa ketika 80% lebih mobilisasi manusia berhenti, maka bumi dapat beristirahat. Bumi lebih bersih, langit lebih biru, dan bahkan lumba-lumba dan angsa mendekati populasi manusia seperti di Venezia.



Buat umat beragama melihat fenomena virus ini mesti dikaitkan dengan sang pencipta. Kita sebagai umat beragama sadar betul kalau manusia tidak ada kuasa sama sekali dihadapan sang pencipta. Saat Allah menebar ciptaannya bernama covid-19, buyar sudah segala rencana manusia. Pertengahan tahun lalu saya sempat ditawari untuk bergabung dengan salah satu startup yang bergerak di bidang pariwisata. Saya sih enggak kebayang kalau saja waktu itu saya join dengan startup tersebut, mungkin sekarang saya sedang struggle. Mengingat sektor pariwisata adalah sektor pertama yang terhantam.

Dengan mengingat keberuntungan tersebut, mungkin baiknya saya lebih memperhatikan tempat saya berkarya (baca: bekerja) saat ini.

Dampak dari wabah ini juga menyadarkan pada kita akan pentingnya sedekah. Karena dengan diberlakukannya PSBB, maka teman-teman di ranah informal yang paling kena dampaknya. Pedagang asongan di lampu merah, tukang ojek, hingga penjaga toko banyak yang harus rela kehilangan pekerjaan.



A post shared by Dunya Muslim (@dunyamuslim.id) on


Kenapa berbagi itu penting? Simple aja sih, bayangkan di RW tempat tinggal kamu ada satu keluarga yang ekonominya hancur lebur karena wabah ini. Mereka sekeluarga tidak punya makanan untuk makan sehari-hari. Dan kita tentu tahu, ketika perut dalam keadaan kosong, orang itu cenderung mencari jalan pintas. Walaupun melanggar norma dan berdosa, jalan pintas itu tetap saja dilakoni. Awalnya mungkin dia mencuri karena kebutuhan, tapi serem gak sih kalau kemudian dia mencuri jadi profesi?

Coba kita lebih peduli, melalui perangkat lingkungan memberikan bantuan layak untuknya. Mungkin bukan hanya urung melakukan jalan pintas. Tapi kemudian orang itu malah makin mencintai lingkungannya. Dijaga dengan segenap hati, karena lingkungan tadi saling menguatkan. Mungkin ini yang Namanya berkah. Perlu diingat, kalau skala lingkungan dirasa sudah cukup, kita bisa tebarkan sedekah kita ke skala yang lebih luas, seperti penggalangan dana di bawah ini (klik foto untuk melakukan donasi).



Ceramah online

Selama WFH (Working From Home) di masa PSBB ini, dalam beberapa kali (lebih tepatnya sekali-sekali) saya mengikuti ceramah via online. Saya subscribe Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri dan Aa Gym. Dari dua guru ini saya sedikit menyimpulkan kalau manusia itu lemah dan tidak boleh sombong. Dan sejatinya hanya kepada sang pencipta-lah kita meminta sebaik-baiknya perlindungan.

Kenapa manusia lemah? Ya lihat saja dampak yang ditimbulkan karena virus corona ini. Walaupun terdengar kabar kalau virus ini diciptakan oleh manusia, tapi tetap saja membuktikan kalau manusia itu sejatinya lemah.

  • Lemah karena pencipta virus ini (kalau benar manusia) bisa terjangkit bahkan terbunuh oleh virus ciptaannya sendiri.
  • Lemah karena virus ini (katanya) belum ada penangkalnya.
  • Lemah karena saat 80% orang dipaksa menghentikan aktifitas ke luar rumah, banyak dari kita bingung makan apa.
  • Lemah karena ternyata bisnis yang dibangun bertahun-tahun, bisa runtuh hanya dalam hitungan hari. 
  • Lemah karena walaupun punya saldo GoPay atau OVO, kita tetap saja tidak bisa delivery bakso karena ojek online-nya sepi.
  • Lemah karena…… silahkan tambahkan sendiri….
Dari konten ceramah 2 guru tersebut pun saya mendapat tamparan yang sangat dahsyat. Sejatinya sifat dasar iblis dan setan itu sombong. Awalnya mereka enggan sujud pada Adam karena merasa dasar ciptaannya lebih mulia disbanding Adam. Kelihatan jelas dengan didasari pada kesombongan, kemudian muncul prilaku tambahan.

Pernah gak sih kita ketemu temen lama yang masih naik angkot sementara kita sudah pakai bebek? Atau saat kita lewat depan tempat pertemuan dan kita mendapati sahabat sedang menunggu GoCar atau GRAB Car. Kadang ada perasaan kita lebih mulia dibandingnya walau sedikit. Sumpah deh, jangan pernah ada perasaan merasa mulia. Karena itu adalah bibit kesombongan. Lagian juga:

  • Pertama, bisa jadi teman kita itu sebenarnya sudah jauh lebih sukses dari kita. Hanya saja kebetulan Bentley miliknya sedang dicat ulang.
  • Kedua, perlu diingat kalau segala yang kita miliki sekarang itu hanya titipan Allah. Yang justru nanti di akherat akan ditanya. Bagaimana perlakuan kita terhadap titipan Allah tersebut? Digunakan di jalan kebaikan atau tidak? Justru malah jadi tanggungjawab ya ketimbang kenikmatan.
  • Ketiga, kalau kita adalah orang yang berjasa untuk hidup seseorang atau kebanyakan orang seperti pahlawan kemerdekaan misalnya. Kita jangan serta-merta merasa berjasa karena kita membawa perubahan. Karena bisa jadi hal tersebut memang ditakdirkan untuk kita.
Jadi, intinya jangan sombong lah. Apa yang perlu kita sombongkan? Punya mobil mevvah banyak? PSBB begini gak kepake. Merasa berjasa karena bisa menyekolahkan sesorang hingga jadi dokter? Jangan-jangan memang Allah menitipkan rejeki orang itu melalui tangan kita. Merasa berjasa karena kita adalah petugas delivery dana bantuan untuk terdampak wabah corona? Jangan-jangan memang Allah menakdirkan kita melakukannya sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk menambah pahala kita.

Masih ada lagi yang mau disombongkan?
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment