Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Sebuah Catatan dan Pengalaman

Sebuah papan petunjuk, Terminal 3 Soekarno-Hatta - foto pribadi.
Sebagai orang yang jarang bepergian naik pesawat, kayaknya nulis soal terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta bisa dianggap omong kosong. Tapi ya enggak apa-apa lah ya, namanya juga berbagi cerita dan pengalaman. Siapa tahu catatan ini berguna untuk perbaikan terminal atau buat gambaran yang mau ke terminal 3.

Bisa dibilang saya baru 2 kali ke terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Yang pertama, dulu saat mendadak harus ke Bali terkait project. Yang terakhir ya kemarin saat plesir singapura bareng keluarga. Anjrit bahasanya plesir, padahal mah icip ke luar negeri aja. Bisa dibilang norak karena pertama kali.

Satu hal yang membuat terkesan saat masuk terminal 3 itu ya langit-langitnya. Kesannya mewah seperti ada di bawah diamond. Untuk fasilitas, bisa dibilang komplit.

Pokoknya, selama membawa charger, tinggal cari saja titik-titik charge. Banyak banget! Jadi gak usah panik kalau kehabisan baterai. Pasti bisa charge HP kok. Apalagi banyak banget tempat duduknya. Apalagi sekarang tenant di dalam terminal juga makin komplit. Jangan bandingkan saat pertengahan 2016 lalu saya ke sini. Masih sepi. Penerbangan terakhir pulak. Horor lah pokoknya.

Sebenarnya kakak ipar sempat nyeletuk, terminal 3 itu bisa dibilang gagal desain. Menurutnya, lalu lintas manusianya sangat rumit dan jelimet. Dan saya mengalami dan kemudian mengamini.

Setelah masuk menunjukan tiket dan cek paspor, kami turun ke pintu-pintu keberangkatan. Lihat foto di atas, kami dekat sekali dengan pintu yang tertera di tiket. Gerbang 9. Tinggal turun, ke kanan sedikit, sampai deh di gerbang 9.

Tapi,

Sekitar 20 atau 30 menit jelang keberangkatan, ada pemberitahuan melalui petugas di gerbang kalau penerbangan nomor kami dipindah ke gerbang 10. Dan anehnya, pemberitahuan ini dilakukan oleh petugas tanpa pengeras suara. Agak aneh ya, untuk pemberitahuan yang sifatnya perubahan ini dilakukan tanpa pengeras suara.

Efeknya?

Buat penumpang, kasihan banget kalau dia datang mepet. Pasti riweh. Ya walaupun tidak dibenarkan juga datang mepet.

Buat petugas, kasihan banget harus stand-by di gerbang 9 sampai pesawat tersebut berangkat.

Sambil nunggu, Damar anteng lihat pesawat.
Keanehan tidak berhenti sampai di sini, setelah di dalam garbarata (apa sih nyebutnya? lorong yang mau ke pesawat), kami ternyata masih herus jalan lagi ke kanan yang jauhnya minta ampun. Saya pikir pesawat yang daritadi dilihat Damar adalah pesawat yang akan kami tumpangi. Ternyata tidak. Masih harus jalan lagi.

Kalau saya taksir sih ada kayaknya melewati lebih dari 2 gerbang. Kalau masuk di gerbang 10, artinya pesawat yang kami tumpangi ada di lebih dari gerbang 12.

Masa' sih terminal yang digadang-gadang sebagai muka Indonesia ini tata kelolanya tampak berantakan. Pengeras suara yang sepertinya tidak berkoordinasi dengan baik soal parkirnya pesawat hingga pindah gerbang harus diberitahukan oleh petugas yang berteriak.

Dan perlu diingat ya, terminal 3 ini dibuat khusus untuk Garuda Indonesia. Ya anggapannya seperti itu, karena yang dominan di terminal ini adalah Maskapai Tuan Rumah, Garuda Indonesia. Dan kalau pengalaman penumpang yang seperti ini dibiarkan, mau tidak mau akan mencoreng Garuda Indonesia juga yang katanya sedang strugling.

Udah ah gitu aja. Semoga pas menyambut atlet-atlet Asian Games 2018 nanti, lalu lintas manusia di terminal 3 semakin baik. Bakalan gak seru kalau ternyata atlet-atlet luar dan officialnya itu sampai bikin insta-story yang gak enak soal lalu lintas di dalam Bandara.

Semoga lebih baik.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment