Catatan Pejalan Kaki

Sekarang kok rasanya jalanan di kota-kota besar nampak padat sekali dibandingkan (kata anak dulu - sekarang dah pada tua) dulu. ‘Sepertinya dulu tidak se-macet ini’. Tapi kenyataannya memang dirasakan lalu lintas sekarang padat sekali. Siapa yang bilang Indonesia ini negara miskin? Toh buktinya dijalanan makin banyak mobil-mobil pribadi. Sebuah merek pabrikan kendaraan bermotor saja sampai mengklaim laku sampai ratusan ribu motor dalam satu tahun. Ini buktinya orang Indonesia semakin kaya kan?!?


Sekarang kan sudah ada yang namanya teknologi kredit. Jadi banyak kendaraan yang dapat dibeli secara kredit. Saya dari kontrakan ke kantor waktu nebeng sama teman, bisa ditempuh 10 menit. Dengan angkutan umum, hampir 30 menit lebih. Berarti sekitar 20 menit waktu dapat dihemat.

Tapi banyak pelajaran yang bisa didapatkan dari naik angkutan umum dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi. Dari mulai ritual menunggu angkot kehujanan, sampai duduk terhimpit dipojok disebelah ibu-ibu yang baru pulang dari pasar dengan belanjaan yang bejibun.

Salah satu yang berkesan adalah ketika jumat kemarin, naik angkot caheum-ciroyom. Ketika lewat cihampelas, ada dua anak SMA yang memanggil angkot. “Ambil jalur kanan pak..!?!” katanya, “Ada hari menulis supir angkot..!!”. Beberapa meter kedepan, ada 2 orang polisi yang memerintahkan seluruh mobil angkot yang lewat jalan itu untuk mengambil jalur kanan. Persis didepan sebuah SMA terdapat gerombolan siswi yang memberikan pada supir angkot itu 4 bungkusan transparan. 1 bungkus berisi makanan kecil (terlihat seperti gorengan, lontong dan sejenisnya), satu bungkus terlihat berisi makanan dan minuman, dan 2 bungkus kira-kira berisi handuk. Itu yang terlihat dari tempat duduk paling belakang.

“Terimakasih pak..!?!” celoteh siswi itu ramah. Dibelakang siswi-siswi tersebut, ada orang setengah baya berambut gondrong memegang mic berkata “Terimakasih untuk bapak supir angkot yang telah mengantarkan anak-anak kami selamat sampai sekolah..”. Kira-kira itu kalimat yang terlontar. Hebat..!! kaget juga mendengar kata-kata itu. Walaupun tidak melihat ekspresi si bapak supir angkot, tapi waktu ngobrol dengan penumpang didepan, terbayang wajahnya yang sumringah.

Siang itu saya menyempatkan diri untuk membaca artikel tentang supir angkot. Lebih banyak berisi curhat memang. Pungutan resmi dari orang-orang yang berpakaian dinas berwarna biru, timer-timer di tempat-tempat strategis tempat angkot berhenti menunggu penumpang (padahal untuk ukuran kota besar, hampir semuanya bisa membaca dan tau itu angkot pergi kemana tanpa harus diteriaki), ditambah lagi uang jasa preman diterminal, juga uang setoran yang harus disediakan setiap harinya.

Itulah sebabnya kenapa kita sering lihat angkot ugal-ugalan mengerikan, menyebalkan penumpang karena harus berhenti lama hanya untuk dinaiki oleh satu penumpang baru. Sampai-sampai saya pernah mendengar penumpang berkeluh dengan berdecak keras. Efeknya apa? salah satunya banyak orang mulai memberi kendaraan sendiri, lebih efisien.
Kendaraan roda dua jadi primadona pilihan dalam memiliki kendaraan pribadi. Perawatan lebih murah, bensin yang masih disubsidi, serta pengajuan kredit yang katanya murah. Pejalan kaki kayak saya? Go To Hell..!! Trotoar yang katanya untuk pejalan kaki aja dipakai untuk berdagang. Trotoar hanya sebagai pemanis jalan raya, dan tempat menanam pohon (pohon memotong trotoar). Belum lagi banyak biker (sebutan buat supir motor, abis bingung juga padanan kata pengendara motor dalam bahasa Indonesia, tidak seperti pilot, supir, masinis, dan nakhoda) yang suka lewat trotoar.

Liat penertiban pedagang dari trotoar, ada perasaan senang sebagai pejalan kaki. Tapi juga sedih, pedagang kaki lima juga kan sebagai yang katanya ekonomi kerakyatan. Dapat makan darimana nanti mereka? Toh kadang-kadang kalau haus, cari tukang air terdekat ya pedagang kaki lima yang sering mangkal di trotoar Tau deh ah. Saya hanya penonton dari dalam.
___________________________________
,Catatan ringan Februari 2010
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment