Minggu ini, Mata Najwa membahas mengenai bunuh diri dengan tema Arkeologi Bunuh Diri. Berikut kalimat pembuka acara tersebut :
Bunuh diri punya beribu arti
Ia sebuah mitologi
Juga sang misteri
Bunuh diri adalah tragedi sunyi
Untuk mereka yang tak sanggup mengerti
Mengapa hidup harus dijalani
Padahal jalan terlampau pagi
Ia sebuah mitologi
Juga sang misteri
Bunuh diri adalah tragedi sunyi
Untuk mereka yang tak sanggup mengerti
Mengapa hidup harus dijalani
Padahal jalan terlampau pagi
Untuk mereka yang hilang asa
Bunuh diri berkawan bencana
Bekerja bagai mesin penebus derita
Bunuh diri berkawan bencana
Bekerja bagai mesin penebus derita
Bunuh diri tak musti nyanyian tentang gundah hati
Disisi lain bunuh diri meninggikan harga diri
Sering berkemas perjuangan Ideologi
Disisi lain bunuh diri meninggikan harga diri
Sering berkemas perjuangan Ideologi
* * *
Durkheim pada karyanya ‘Le Suicide’ (1897) memaparkan keteraturan dalam pola-pola bunuh diri. Secara sederhana, pola-pola tersebut digambarkan sebagai berikut :
Pola Bunuh Diri
Seorang kompasianer pernah mengulas pola bunuh diri Durkheim pada tulisannya yang berjudul Suicide ala Durkheim. Dilihat dari komunitas (integrasi sosial), terdapat 2 pola.
Yang pertama Bunuh diri egoistik terjadi ketika individu tersebut kurang berintegrasi dengan sosialnya (keluarga atau sosial yang lebih besar). Contoh kasusnya adalah bunuh diri yang terjadi pada remaja putus cinta.
Pola ini muncul karena individu tersebut merasa sendiri, merasa tidak ada yang akan merasa kehilangan jika individu ini meninggal. Pola ini dapat dicegah salah satunya dengan pendekatan emosional dari tingkat sosial terkecil yaitu keluarga. Kehangatan keluarga di ruang keluarga atau di meja makan dapat mengurangi terjadinya pola ini.
Rafiq, seorang penyiar I-radio dalam sebuah siarannya pernah menyinggung soal kurangnya kontak fisik kasih sayang pada anak juga dapat membuat anak merasa terasingkan. Bahaya terasingkan ini menonjol terutama pada anak yatim piatu di Panti Asuhan. Jadi jika anda seorang dermawan, jangan hanya memberikan bantuan materi, tapi peluklah juga mereka. Setidaknya membantu mereka merasa nyaman dan diterima.
Pola yang kedua adalah Bunuh diri altruistik, terjadi ketika individu tersebut terlalu rekat dengan integrasi sosialnya (kelompok sosial). Contoh kasusnya adalah bom bunuh diri, tewas dalam perang bela negara.
Pola ini muncul karena individu tersebut sangat terikat pada satu kelompok. Sehingga individu tersebut rela berkorban demi kelompoknya. Pola ini dapat bermakna positif jika dikaitkan dengan bela negara. Tapi tidak jika kita kaitkan dengan kasus teror bom bunuh diri. Berpikir kritis adalah salah satu cara untuk mencegah pola ini. Dengan berpikir kritis, individu akan sulit disusupi doktrin.
Kemudian jika dilihat dari stabilitas (integrasi regulasi) juga terdapat 2 pola.
Yang pertama Bunuh diri anomik, terjadi ketika individu merasa kurang atau tidak ada kepastian regulasi (aturan, hukum, norma, adat). Contoh kasusnya adalah korban-korban kerusuhan 98 yang masih hidup.
Pola ini muncul karena individu merasa tidak bisa mengandalkan regulasi yang berlaku. Seperti yang terjadi pada Iwan Firman korban pemukulan dan pembakaran pada kerusuhan 98. Iwan melakukan percobaan bunuh diri karena merasa terasingkan, merasa tidak berguna. Dan lembaga yang dia harapkan KOMNASHAM tidak bisa berbuat banyak membantunya. Terdapat empat jenis bunuh diri dari pola ini. Keempat pola ini dapat dilihat di Suicide ala Durkheim,
Pola ini dapat dicegah dengan perbaikan regulasi dari semua sektor yang menyentuh seluruh kalangan. Hukum yang tidak tebang pilih, penghapusan perbudakan dan lain-lain. Selain itu keluarga, konseling dengan psikiater atau diskusi motivasi juga diperlukan untuk orang-orang yang merasa jauh dari regulasi.
Pola yang kedua adalah Bunuh diri fatalistik, terjadi ketika individu merasa terkekang dengan regulasi. Contoh kasusnya adalah bunuh diri yang dilatarbelakangi oleh perasaan gagal. Misal tidak mampu lulus ujian setelah mencoba berkali-kali. Atau seorang pembantu yang acapkali dimarahi oleh majikan karena selalu salah.
Pola ini muncul karena individu menyerah pada keadaan. Ada perasaan dimana dirasa dunia kejam. Pencegahan pola ini adalah dengan menguatkan mental bertahan hidup dan merubah sudut pandang bahwa dunia ini tidak kejam. Dapat dilakukan dengan konsultasi terhadap psikiater atau motivator bila perlu.
Dalam sebuah hadist berbunyi “Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim”. Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab shilah yang berarti menyambung dan rahim yang berarti rahim wanita, dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat. Dengan silaturahmi, kita bersosialisasi, dekat dengan komunitas sosial. Dengan silaturahmi kita dapat berbagi kebahagiaan dan kesedihan. Jadi, punya teman curhat itu perlu. Curhatlah dengan wajar dan dengarkanlah curahan hati kerabat dengan wajar pula, karena sesungguhnya tolong menolong dalam kebajikan itu dianjurkan.
____________________________________________
Referensi :
0 komentar :
Post a Comment