Hentikan Rangkap Jabatan Pejabat



Pagi tadi, seperti biasa ketika mencari informasi berita melalui portal berita online, seperti biasa membaca Editorial Media Indonesia. Tajuk Energi Yudhoyono muncul pagi itu, kurang lebih isinya menyoroti SBY yang terkesan cintanya terbagi dua, seperti lagu Yenny Eria.
Jabatan rangkap, sebut saja demikian inti permasalahannya. Di satu sisi SBY sebagai Presiden, tapi di sisi lain sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Setidaknya sering membuat bingung ketika SBY tampil di televisi. Terkadang di bawah gambar SBY tertulis PRESIDEN RI, tapi kadang juga tertulis KETUA DEWAN PEMBINA PARTAI DEMOKRAT. Mengutip tulisan dari Editorial Media Indonesia, Seorang pemimpin pernah berkata, 'My loyalty to my party ends, where my loyalty to my country begins'.
Rangkap jabatan bukan hanya soal jabatan politik dan jabatan struktural negara saja, tapi juga jabatan rangkap dengan tidak menyertakan jabatan politik. Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah dalam blognya juga menyerukan untuk menghentikan jabatan rangkap bagi pejabat publik. Berikut dampak negatif menurut KP2KKN Jawa Tengah :
  1. Adanya dua kewajiban (jabatan sebagai penyelenggara negara dan pengurus di BUMN/BUMD) yang berpotensi menimbulkan conflik of interest atau benturan kepentingan, sehingga dapat mempengaruhi kinerja para penyelenggara negara khususnya dalam hal pelayanan publik.
  2. Tentu saja ada pembengkakan anggaran dan hal ini dapat dikatakan sebagai pemborosan keuangan negara.
  3. Hal tersebut dapat menumbuh suburkan terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini disebabkan karena dengan adanya para penyelenggara pelayanan publik yang “menyusup” atau “disusupkan” kedalam BUMN/BUMD dapat mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang bisa berpotensi merugikan keuangan negara. Misal, dalam hal penyertaan modal ke perusahaan dan pengerjaan sebuah proyek pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah. Kebijakan tersebut tentunya diambil oleh eksekutif, dan pastinya akan memberikan keuntungan kepada perusahaan dimana ia termasuk ke dalam susunan pengurus organisasi perusahaan tersebut.
Jabatan rangkap untuk PNS ini sudah diatur sejak Presiden Soeharto dalam PP no 29 Tahun 1997 dan masa SBY dengan UU No. 25 Tahun 2009. Tapi praktik rangkap jabatan masih terjadi, terbukti dengan beritadetik.com tertanggal 07/02/2012.
Kita hanya bisa mendesak (masih dari KP2KKN) :
  1. Pengunduran diri penyelenggara negara yang mempunyai rangkap jabatan baik di BUMN/BUMD yang ada di Jawa Tengah, karena hal tersebut sangat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan dapat menumbuh suburkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
  2. Mengintesifkan pengawasan terhadap penyelenggara negara tersebut yang dilakukan oleh atasannya, dalam hal ini gubernur dan bupati di seluruh Jawa Tengah.
  3. Pemberian sanksi yang tegas  bagi penyelenggara negara yang melanggarnya peraturan perundang – undangan tersebut (pasal 17 huruf a).
  4. Pemerintah pusat perlu membuat kode etik yang secara tegas melarang penyelenggara negara mempunyai jabatan rangkap.
* * *
Lantas, kenapa mereka-mereka yang rangkap jabatan tidak berani mengundurkan diri ketika dianggap gagal dalam sebuah jabatan? Padahal kan penghasilannya masih ada dari jabatan yang lain?
Mungkin merasa kegagalan bukan berada pada dirinya barangkali..!
Duh.. rangkap jabatan.. kayak gak ada lagi aja penghuni negeri ini yang kompeten?
Mungkin memang gak ada yang kompeten lagi kali..!?!
Jadi ingat tokoh Lintang di film Laskar Pelangi, si Jenius yang bernasib kurang bagus...
___________________________________
Sotoy bener sih lu Ghumi, pake nulis-nulis beginian?!? Kayak ngarti aja lu!?! Atau gelisah karena belum ngerasain?
Bukan sotoy.. gue emang kagak ngarti, gue cuman nulis kegelisahan gue doang kok!?! Tapi boleh juga ngerasain.. hehehehehe...
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment