Foto Ustadz Bendri Jaisyurrahman - diambil dari youtube.com |
Oh iya, pengisi kajian dhuha ini adalah Ustadz Bendri Jaisyurrahman yang memang fokus dan dikenal dengan ceramahnya pada parenting. Menurut AjoBendri (panggilan Bendri Jaisyurrahman), cara paling sederhana untuk tidak mencetak anak pemarah ya jangan marah. Sederhana. Karena anak mencontoh dan meniru.
Menurut AjoBendri, setiap bentakan (nada tinggi pada anak) membuat batang otak kian menebal. Apa akibatnya batang otak menebal? Reflek lebih diutamakan. Orang-orang yang batangn otaknya tebal, cenderung lebih mudah main tangan. Kalau ada sesuatu yang dia tidak suka, secara refleks langsung memaki atau bahkan menghardik dengan fisik (memukul).
Saya jadi ingat cerita orangtua yang dua-duanya bekerja, kemudian ketika pulang mendapati mobilnya dicoret-coret dengan paku. Si ayah dan ibu marah besar pada anaknya. Si ayah bahkan memukul-mukul tangan anaknya hingga berdarah hebat. Anaknya demam, tanggannya infeksi yang mengakibatkan tangan si anak harus diamputasi. Semoga kita dijauhkan dari sifat/watak yang demikian. Bukan cuma sedih karena si anak jadi cacat, tapi juga mental si anak jadi rusak karena merasa bersalah seumur hidup. Semoga kita dijauhkan dari marah dan mampu mengendalikan marah.
Ilustrasi mobil yang dicoret-coret - dream.co.id |
Dari cerita AjoBendri di atas terlihat jelas betapa adab Rasulullah menjaga betul perasaan sahabatnya itu. Apalagi pada anak, beritahu si anak salah tanpa menghakimi bahkan mengkerdilkan. Buat si anak mengetahui kesalahannya dengan ksatria sehingga dia tidak mengulanginya lagi.
Luar biasa ya adab Rasulullah?!
Oh iya, kembali lagi soal jenis marah. AjoBendri menyebutkan setidaknya ada 4 jenis marah. Disclaimer dulu ya, maaf-maaf kalau penulisannya tidak sesuai.
Ilustrasi anak marah - liputan6.com |
Ini adalah marah yang paling baik. Ini adalah kondisi puncak dari orang yang mampu mengendalikan emosinya dengan sangat baik. Qurhun adalah kondisi marah yang tidak memperlihatkan kemarahannya. Contohnya adalah ketika ada orang marah, sangat marah. Tapi hanya matanya saja yang tatapannya menjadi tajam. Tapi nada perkataan tetap sopan.
2. Sukhtun.
Ini setingkat di atas Qurhun. Dia marah, tapi kita melihat orang yang marah ini sedang menahan emosinya. Nafas yang menderu hingga mata yang melotot terlihat.
3. Ghotfun.
Ini level marah yang agak mengerikan. Jelas-jelas terlihat marah karena wajahnya berubah menjadi mengerikan dan ringan tangan. Marah? Langsung tabok diiringi wajah yang mengerikan.
4. Laknatun.
Ini marah yang paling mengerikan. Dia melakukan Ghotfun sambil mengucapkan sumpah serapah. Bahkan saat orangnya tidak ada pun dia masih mengucapkan sumpah serapah untuk orang yang membuatnya marah tersebut.
Yang jadi bahaya dari ke-empat jenis di atas, kita sering melihat jenis nomor 4 pada tayangan televisi kita. Sungguh contoh yang sangat buruk yang coba dimasyarakatkan. Memang tujuannya untuk mendramatisir sebuah adegan. Tapi apakah layak?
Lantas dimana baiknya untuk kita sebagai orangtua? Jelas nomor satu lah. Marah, tapi tidak terlihat marah namun tegas! Wah berat banget ini. Saya masih belajar tahan emosi nih. Semoga dimampukan.
Udah gitu aja. Semoga bermanfaat.
0 komentar :
Post a Comment