
Kami berangkat dari Bandara Sukarno Hatta pukul 5.35 pagi. Tiba di Praya sekitar pukul 8.55. Praya adalah bandara baru di Lombok. Sebelumnya bukan di sini katanya. Lebih dekat dengan kota Mataram. Menurut cerita, ketika pertamakali bandara dibuka, penduduk sekitar baris berjajar melihat pesawat ngapung. Mungkin sama waktu kita kecil dan ingusan, sering teriak sama helikopter “PESAWAAAAAT.. MINTA DUIIITTTTT..!!”. Udah tau helikopter, eh malah dibilang pesawat.
Handphone saya langsung berdering begitu dinyalakan di Bandara. “Mas, saya Ryan. Saya yang akan antar-antar Mas Fahmi selama di sini”, katanya.
Saya memang sudah diberitahu sebelumnya oleh Mas Ari kalau saya akan dijemput. Mas Ari adalah orang yang merancang perjalanan saya selama berada di Lombok. Nama lengkapnya Ari Garmono, dia kakak kandung dari sahabat saya. Saat ini berdomisili di Mataram. Sudah lebih dari 5 tahun berada di sana. Dan dia tukang menjelajah dan mendata air terjun yang ada di Lombok.
Jelajah Tiga Pantai
Setelah chit-chat sebentar dengan Mas Ryan, kami langsung meluncur menuju Selong Belanak. Menurut keterangan Mas Ryan, pantai ini disebut juga pantai tepung karena pasirnya yang lembut sekali seperti tepung. Pantai ini berombak jinak, sehingga cocok sekali untuk yang ingin belajar berselancar.
Selong Belanak adalah bahasa sasak di sini, menurut penuturan Mas Ryan Selong Belanak artinya tiba-tiba beranak atau tiba-tiba memiliki anak. Mungkin dulu banyak yang jalan-jalan ke pantai sini terus pulang-pulang punya anak. Begitu katanya sambil tertawa.
Selanjutnya kami menjelajah pantai lagi, Pantai Mawun namanya. Tidak ada arti khusus yang yang menempel di pantai ini. Yang jelas, pantai ini lebih adem ayem ketimbang Selong Belanak. Lebih teduh dan tentunya lebih sepi, seolah pantai ini lebih private. Tekstur pasirnya agak lebih kasar ketimbang Selong Belanak. Ombaknya juga sama seperti Selong Belanak, jinak.
Pantai selanjutnya yang kami jelajahi adalah pantai Kuta Lombok. Entah kenapa bisa sama seperti di Bali. Tapi pantai ini menjadi salah satu kebanggaan di Lombok sini. Disebut juga pantai merica karena tekstur pasirnya yang lebih besar dan kasar dibanding pantai-pantai lain. Butir-butirnya gak besar menyerupai merica.
Sudah capek jalan-jalan di pantai, saatnya menjajal makanan khas Lombok. Namanya ayam taliwang. Bumbunya khas. Selain ayam bakar taliwang, ditemani juga yang namanya plecing kalau tidak salah. Bentuknya seperti acar. Segar.
Budaya Unik dari Sade
Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Sade namanya. Ini adalah desa adat di sini yang berisi penenun-penenun tradisional. Mungkin kalau di tatar sunda kita kenal Kampung Naga. Konsepnya kurang lebih sama, harmonisasi manusia dengan alam sekitarnya.“Selamat datang di desa kami, Desa Sade, desa adat di Lombok.”, begitu sapaan hangat dari Ono (mungkin seperti ini menulisnya). Ono adalah guide yang langsung menghampiri kami begitu kami tiba di pintu masuk desa. Begitu masuk, kami disuguhkan untuk mengisi buku tamu dan menyumbang seikhlasnya untuk keperluan wisata desa. "Ini desa mandiri, tidak ada bantuan pemerintah masuk ke sini", Ono menambahkan.
Selanjutnya, sebelum berkeliling kami beristirahat terlebih dahulu di balai desa. Semacam pendopo tempat pertemuan warga. Pendopo ini dipergunakan untuk bermusyawarah. Segala permasalahan yang terjadi antara penduduk di sini, selalu diselesaikan secara kekeluargaan di tempat ini. Dengan dipimpin kepala desa tentunya.
Pekerjaan utama di desa ini adalah petani. Sehingga ketika hasil panen melimpah, penduduk di sini menyimpannya pada bangunan yang berfungsi sebagai lumbung padi. Bangunan ini sangat khas dan menjadi ciri khas Lombok. Hal ini terjadi karena pada masa orde baru, Lombok dan sekitarnya adalah lumbung padi nasional. hampir seluruhnya berprofesi sebagai petani. Dan hasil panen dari sini menyebar ke seluruh wilayah Indonesia waktu itu.
Bangunan lumbung padi ini ditopang oleh empat tiang. Masing-masing tiang memiliki desain khusus ketika menempel pada atap bangunan. Desain khusus ini diperuntukkan agar hama sejenis tikus tidak bisa naik ke dalam lumbung sehingga merusak padi.
Selain bentuk bangunan yang unik, cara perawatan bangunanpun unik di sini. Pondasi bangunan adat di sini dibuat dari kotoran kerbau. Sehingga untuk menjaga kekuatan pondasi, disarankan untuk mengepel pondasi yang menjadi dengan menggunakan kotoran kerbau yang hangat (baca : baru keluar). Hal ini diperlukan untuk menjaga keutuhan pondasi. Jika tidak dilakukan, pondasi akan mudah retak dan rusak.
Penghuni di desa ini terbilang terbatas, hanya sebanyak 150 keluarga saja. Jika populasi berlebih, maka kelebihan populasi tadi akan diusir dari sini. Ada cerita unik lain dari desa ini. Anak gadis di desa ini diwajibkan untuk bisa menenun. Kemampuan menenun menentukan kedewasaan sang gadis. Dewasa, artinya si gadis sudah siap dan sudah layak untuk dipersunting. Untuk itu, biasanya sejak usia 6 tahun mereka sudah mulai belajar menenun. Sehingga ketika menginjak usia menikah 14 - 15 tahun sudah siap. Iya, usia menikah gadis di sini tergolong muda, 14 atau 15 tahun sudah layak menikah.
Proses pernikahannya juga terbilang unik. Kawin lari! Iya kawin lari. Bukan kawin sambil lari-lari, belum kebayang. Tapi adat kawin lari di sini artinya si laki-laki menculik calon mempelai wanita terlebih dahulu. Tanpa sepenetahuan keluarga wanita tentunya. Si calon mempelai wanita biasanya disembunyikan di rumah keluarga calon mempelai pria. Setelah 2-3 hari, baru keluarga mempelai pria mendatangi keluarga si wanita dan memberitahu bahwa si wanita ada di rumah dan minta dinikahkan. Begini lah adat di sini, proses pernikahannya seperti ini.
* * *
Sudah puas main-main ke tiga pantai, kami selanjutnya beristirahat di hotel. Ini katanya hotel baru, bisa dibilang ini hotel tidak berbintang. Tapi yo’i untuk istirahat. Bersih dan ada heaternya. Hahahaha. Agak norak saya kalau urusan beginian. Mandi, istirahat dan menunggu untuk dijemput makan malam. “Nanti kita makan makanan khas sini untuk makan malam ya”, kata Mas Ari di sms.
* * *
Tingtong! Tepat jam 8 malam saya dijemput Mas Ari. Dia menunggu di Lobi hotel. Setelah kami beres, kami langsung berangkat ke Dakota. Iya, nama tempat makannya Dakota. Rumah makan ini terbilang besar. Tempat makannya pun macam-macam, bisa duduk manis di kursi dengan meja. Bisa di saung, atau lesehan di bale-bale. Makananya okeh dan harganya yo’i. Kami pesan paket berdua, harganya 110 ribuan. Ragamnya banyak, dan rasanya enak. Begini nih penampakannya. Ada sop ikan, ada ikan bakar, ada plecing kangkung dan ada sate rembiga. Dan kangkung Lombok ini khas, besar-besar tapi enggak alot. Jadi makannya juga okeh.
“Berarti besok tripnya ke Gili Nanggu ya. Nanti saya pinjami kamera semodel go pro deh, biar bisa foto-foto di bawah air”, kata Mas Ari. “Oh iya, jangan lupa bikin makanan ikan. Remah-remah roti masukin ke dalam botol, terus dibolongin botolnya. Nanti pas snorkling, botolnya dipencet, nanti ikan-ikannya nyamperin. Jadi seru!”.
Sebelum pulang ke hotel, kami mampir dulu ke mini market untuk beli roti tawar. Malam ini nyiapin dulu senjata buat ikan, biar besok bisa berenang sama ikan. Enggak sabar nunggu besok.
Selanjutnya : Pesona Taman Bawah Air Gili Nanggu
Lombok Trip :
(1) Budaya dan Pantai-pantai Keren
(2) Pesona Taman Bawah Air Gili Nanggu
(3) Makan Malam di Pasar Seni Gili Trawangan
(4) Selamat Tinggal Keramahan dan Keindahan Lombok
0 komentar :
Post a Comment