Go Jek Dinanti, Ini Harapan Supir GRAB di Singapore

REUTERS/Beawiharta
You from Indonesia ha? We wait GoJek to come!


Jalan-jalan ke Singapura kemarin bukan cuma jadi sarana untuk refreshing sekaligus bersenang-senang saja. Ada pelajaran yang menarik saat melihat negara yang lebih rapih dari negara Indonesia. Untuk transportasi publik, jelas secara infrastruktur dan aturan, mereka di depan Indonesia. Tapi untuk transportasi online menarik untuk dijajal. Karena di sini cuma ada GRAB, kami mencobanya buat tahu rasanya.

Singapura ini tertib dan kamera milik polisi itu ada di mana-mana. Jadi kalau misalnya kita melanggar, dia cukup melihat plat nomor kendaraan, lalu tagihan meluncur. Termasuk saat GRAB kami berhenti sembarangan di depan resto. Saat berhenti, pegawai resto langsung menghampiri, ada kamera, katanya. Tapi supir GRAB ini lebih paham rupanya, katanya aturan itu cuma berlaku pada jam sibuk. Karena sekarang bukan jam sibuk, jadi tidak masalah.

Di perjalanan, kami sempat dimarahi karena Damar berdiri. Ya! Di sini kalau bawa anak di bawah umur harus pakai car seat. Kalau enggak, ya pastikan tuh anak duduk manis dalam penjagaan. Karena kalau ketahuan berdiri lewat (lagi-lagi) kamera polisi, bisa kena tilang. Tilang pun dibagi menjadi dua, ada tilang untuk kendaraan, ada tilang untuk supir. Jadi, perlakuan untuk kendaraan dan supir itu sama. Mereka punya plafond poin setiap tahunnya. Kalau dalam tahun tersebut pelanggaran melebihi poin tahunan, ya ijin edarnya dicabut. Artinya tuh kendaraan tidak boleh berkeliaran di jalanan Singapura. Kalau kena si supir ya artinya si supir gak boleh keliatan nyetir.

You from Indonesia ha? We wait GoJek to come!

Mungkin dia langsung menerka saya dari Indonesia karena pakai tas kecil dari First Travel. Tahu lah ya agen travel umroh yang bermasalah dimana saya juga korban (curcol).

Menurut uncle supir taksi ini, saat UBER memutuskan bergabung dengan GRAB itu menjadi tidak sehat. Monopoli itu tidak baik katanya. Dan menurutnya, system yang saat ini berjalan di GRAB, kurang baik. Tidak secanggih UBER.

Saat saya tanya memang tidak ada perubahan di aplikasi setelah mereka merger? Uncle itu bilang Same, no Diff!

Menurutnya banyak hal yang baik dari UBER yang justru absen dari GRAB. Mungkin ini bisa catatan bagi GoJek kalau tetap mau ekspansi ke Singapura. Setidaknya saya merangkum ada 2 hal besar dari Uncle sang supir :

Lokasi Drop Off Dinamis

Menurut uncle dan saya rasakan juga, drop off yang disetting di UBER itu dinamis. Misal kita udah engage dengan driver, terus kita mau ganti tujuan, bisa! Bukan cuma ganti tujuan saja, berhenti di beberapa titik terlebih dahulu sebelum tujuan akhir juga bisa.

Hal tersebut jelas membantu driver untuk tidak berdebat dengan penumpang ketika penumpang salah menentukan titik tujuan. Ujung-ujungnya negosiasi berakhir cincay dimana driver dan penumpang menyepakati harga pada titik yang berubah.

Misal nih ya, Garuda itu di Changi ada di Terminal 3, sementara (misalnya) saya minta drop off di Terminal 2. Ya jelas salah dan tidak sesuai. Repotnya, dengan aplikasi GRAB atau GoJek sekarang ya harus drop off dulu baru order lagi. Repot dan buang-buang waktu. Kalau lokasi drop-off-nya dinamis kan tinggal rubah saja titik drop-off-nya. Tentu harga menyesuaikan. 

Biaya yang tertera sudah All In

Ini yang keren dari UBER menurut uncle. Kalau kita lewat jalur ERP, dia otomatis menambahkan tagihan di akhir aplikasi sudah dengan biaya ERP tersebut. Jadinya driver dan penumpang enggak perlu lagi repot-repot berdebat soal tambahan biaya yang tertera pada aplikasi. Semua sudah all in. Ya kalau ada parkir juga ya masukin aja, biar sama-sama tidak repot.

ERP
Enggak usah jauh-jauh ke Singapura lah ya, Bluebird yang didapat dari GoCar juga mengalami hal yang sama kok di Jakarta. Ada lah penumpang dari luar yang ngotot enggak mau bayar tol karena tidak tertera di aplikasi. Ujungnya, kata supir Bluebird ya langsung jalan aja biarpun dia ada barang di bagasi. Paling penumpang tadi getok-getok kap mobil, terus tinggal ancam deh kalau gak mau bayar, barang saya bawa, begitu katanya.

Mungkin kalau mau hearing lebih jauh soal kelakuan penumpang bule ya tinggal tanya aja sama supir-supir yang ada di Bali atau Yogya saat menerima penumpang bule, kelakuannya gimana tuh bule.

Jangan sampai yang katanya 7.1 T yang dipakai investasi untuk ekspansi di 4 negara ASEAN jadi lebih banyak terbakar karena jadi enggak laku karena sama saja dengan GRAB yang sudah ada.

Udah gitu aja.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment