Pelajaran IPS sekolah dasar dulu bilang kalau manusia adalah makhluk sosial. Di sebutkan kalau manusia tidak bisa hidup sendiri dikaitkan dengan segala kebutuhannya. Kita tidak akan pernah bisa memenuhi kebutuhan kita kalau tidak ada orang lain yang memenuhinya. Baik dengan imbalan materi ataupun non materi.
Teringat pesan seorang dokter asal Belanda yang pernah menjadi atasan saya di sebuah LSM di Bandung. Dia bilang, "Kamu punya jatah hidup sehari itu 24 jam, bagilah menjadi 3, 8 jam untuk kehidupan profesional kamu seperti bekerja dan mencari uang, 8 jam untuk kehidupan sosial kamu seperti berinteraksi dengan teman atau keluarga, dan sisanya untuk kehidupan pribadi kamu seperti istirahat."
Untuk seorang dengan latar belakang dari negara yang konon katanya maju dan teratur, mungkin hal tersebut mudah dilakukan. Tapi untuk negara yang konon katanya berkembang seperti Indonesia, rasanya sulit. Banyak sekali yang bekerja lebih dari 8 jam. Bahkan seringkali melabrak kebutuhan diri sendiri dan sosial. Ekonomi menjadi latar belakangnya. Overtime, lembur, adalah hal biasa demi tercapainya kebutuhan cacing dalam perut.
Seorang dosen saya ketika kuliah pernah menyinggung perlunya sosial. Katanya "Fenomena maraknya ibu-ibu bergosip di tukang sayur adalah karena kurangnya terpenuhi hasrat sosial". Mungkin itu sebabnya kenapa acara infotainment begitu laris. Maksudnya begini, secara sadar ataupun tidak sadar, kita membutuhkan interaksi secara langsung ataupun tidak langsung dengan orang lain. Dengan kita berinteraksi sosial dengan segala permasalahannya, sangat kecil kemungkinan untuk mengurusi urusan orang lain.
Bagaimana mungkin kita sempat mengurusi urusan orang lain kalau kita sendiri sudah cukup sibuk dengan urusan kita sendiri?
Salah satu sebab kenapa bergosip menjadi marak, bisa dikaitkan dengan sibuknya orang terdekat sosialnya. Misalnya si suami berangkat dari rumah menuju tempat kerja jam 6 pagi, sampai ke rumah jam 10 malam. Dalam keadaan capek dengan segala kepenatan di kepala, hampir dipastikan datang ke rumah, mandi, makan dan langsung tidur. (saya alami ketika usia sekolah)
Kurangnya sosial juga bisa kita lihat pada anak yatim piatu. Coba perhatikan foto anak dengan keluarga lengkap dan foto anak yatim piatu dalam acara amal. Perhatikan mimik wajah dan sinar matanya. Seperti tak berekspresi dan tatapannya kosong. Siaran bincang-bincang radio mengatakan kalau hal tersebut terjadi karena tidak adanya perasaan ikatan dari anak-anak tersebut. Perasaan ikatan ini berkaitan dengan interaksi sosial yang dijalani, terlebih dengan sentuhan.
Salah satu interaksi sosial dengan sentuhan atau kontak fisik misalnyapelukan. Pada saat berpelukan, tubuh memproduksi hormon oksitosinyang juga diproduksi ketika setelah melahirkan. Hormon ini mempengaruhi ikatan kuat antara ibu dan anak. Peningkatan oksitosin juga akan menumbuhkan rasa cinta, bahagia, tenang, dan nyaman. Oksitosin juga terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan hormon stres kortisol.
Hasrat bergosip memang tidak melulu hanya bisa dikaitkan dengan kaum hawa, toh kaum adam juga bergosip. Kesibukan karir juga tidak melulu dikaitkan dengan laki-laki, toh banyak wanita hebat yang banyak menginspirasi dengan karir yang cemerlang. Semua punya kebutuhannya. Selama sesuai kadarnya, semua akan baik-baik saja.
__________________________________
dunia ini panggung sandiwara bukan berarti kita harus berpura-pura tapi kita semua punya peran beda lingkungan, beda peran
dunia ini panggung sandiwara bukan berarti kita harus berpura-pura tapi kita semua punya peran beda lingkungan, beda peran
0 komentar :
Post a Comment