Surat Rindu Alan untuk Sari



Salam dari tempat sampah,
Sari, semoga kamu bisa membaca curahku ini
Sari, apa kabarmu di sana? Semoga kamu baik-baik saja.
Sari, masih ingatkah kamu? Manakala aku membuka mata untuk pertama kali, yang kulihat adalah dirimu. Kita berdampingan dalam kotak kecil gelap dengan bau karet menyengat menusuk hidung. Aroma wangimu nyaris tertutup bau kotak itu. Menunggu hingga kita siap untuk ditampung.
Sari, aku ingat ketika cahaya lampu silau menyergap paksa masuk ke dalam kotak. Saat itu kita langsung bergandengan menuju kotak yang lebih besar yang dibikin dari kaca. Aromanya berubah wangi semerbak. Kita berkumpul bersama pasangan-pasangan lain berdua-berdua. Semua mesra berdamping-dampingan satu sesama.
Sari, tiga kali terhitung sudah lampu mati dan menyala sampai akhirnya kembali ke dalam kotak. Kebersamaan kita lebih mesra setelahnya. Tidak lagi mengintip dunia dari dalam kotak. Melihat dunia langsung secara nyata. Kita bahagia.
Sari, ingatkah saat siang bolong dengan matahari pongah yang terik di pinggir papan? Kita berpeluh dalam debu berlari berkejar-kejaran bergantian. Ingatkah waktu umbul-umbul warna-warni menghiasi sisi-sisi jalan dan kita berada di dalam karung di tengah lapangan? Kita meloncat-loncat berdampingan.
Itu masa indah buatku.
Masa berkesan bersamamu.
Aku rindu.
Sari, ingat pantai waktu itu? Pertengahan agustus. Kita berlari di atas pasir halus di bibir pantai. Senja kala itu menjadi saksi dengan matahari yang hanya bisa mengintip malu di ujung barat. Kita sungguh menikmati waktu. Hingga matahari pergi menarik diri bersama langit merah oranye menyisakan gelap.
Malam itu kita habiskan bersama. Di bawah nyiur pohon kelapa di samping api unggun yang menari-nari. Melodi ombak bersahutan menampar pasir pantai bersamaan tebasan angin malam bentuk birama tarian api unggun. Kita berdampingan bersama semalaman.
Hangat.
Berdua beratap bintang.
Sari, esoknya. Di saat langit masih berwarna biru tua, kita menuju laut. Noda pasir sirna seketika tersapu air laut. Kita menyelam ke dalamnya.  Lebih jauh sampai berpijak pada karang.
Aku tak melihat melihat bencana itu datang.
Aku kepayahan menahan beban hingga tak sadar.
Ombak itu datang.
Menyeret paksa. Aku tak mendengar, aku tak peka. Sampai akhirnya aku berada pada bibir pantai.
Sendirian.
Tanpa dirimu.
Sari, aku hanya bisa berdoa dari sini. Semoga sang penguasa laut menjaga utuh dirimu.
Sari si sandal kiri, akankah kita berjumpa bersama lagi seperti masa-masa indah yang lalu. Kembali menghabiskan waktu bersama.
Aku rindu.
Alan - si sandal kanan
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment