Cerita pakai Halodoc, sebuah catatan penyuka produk digital


Akhir pekan lalu, saya akhirnya kesampaian juga menjajal Halodoc, sebuah aplikasi kesehatan online. Mengingat sekarang musim corona, makanya saat sakit kemarin langsung ingat aplikasi kesehatan online untuk konsul dengan dokter. Kenapa pilih Halodoc? Simple sih, sesimple karena saldo yang ada duitnya adalah Gopay.

Perlu diketahui kalau aplikasi kesehatan online bukan hanya Halodoc. Sekarang setidaknya selain Halodoc, ada Alodokter, Klik Dokter, Yes Dok, Good Doctor, dan SehatQ. Semua berebut kue soal di bidang kesehatan berbasis digital. Ada yang membungkusnya dengan artikel kesehatan, ada yang membungkusnya dengan appointment online, hingga bekerjasama dengan layanan asuransi kesehatan.

Semua berlomba menjadi one stop service health solution dengan servis kurang lebih:
  • Bekerjasama dengan rumah sakit sehingga bisa daftar online langsung dari gawai.
  • Konsultasi online seperti yang saya lakukan kemarin. Konsultasi bisa dengan chat atau video call.
  • Pilih dan beli asuransi kesehatan.
  • Sumber informasi kesehatan. Ini bisa berbentuk artikel atau berbentuk multimedia.

Kayaknya sih yang paling besar dari semua brand yang saya sebut di atas adalah Alodokter. Sejauh ini SEO untuk artikel kesehatannya paling juara. Baru kemudian disusul Halodoc yang sangat diuntungkan karena menjadi bagian dari keluarga Gojek. Dibilang bagian dari keluarga, karena Gomed dari Gojek sudah digantikan oleh Halodoc. Yang bakal jadi kuda hitam jelas Good Doctor, sepertinya baru tahun kemarin terdengar, tapi karena bergandengan dengan GRAB, sepertinya akan melejit.

Iseng aja nampilin logo Alodokter
Sekarang, ambisi startup jelas sudah sudah bukan lagi soal transaksi. Ambisinya berubah menjadi superapp. Aplikasi super yang lekat dengan penggunanya dan setiap hari beraktifitas di dalamnya. Makanya enggak heran ada kalimat pembuka seperti ini pada podcast-nya Gojek: “ambitious tech company in the emerging world”. Superapp itu menjelma jadi PALUGADA, apa lu mau gua ada.

Apa sih yang bisa dibayangkan kedepan ketika one stop service health solution terjadi? Saya sih membayangkan kalau rekam medis setiap individu dengan sangat mudah ditransfer antar platform. Sehingga ke mana pun kita berobat, dokter yang menangani kita akan tahu seluruh riwayat penyakit kita. Sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan diagnose.

Tapi perlu diingat, kenikmatan akan datang dengan ancaman. Bayangkan kalau itu benar terjadi tanpa pengawasan dan regulasi yang benar. Hal tersebut justru akan membawa dampak serius. Kebayang ya kalau misalnya ada orang jahat yang tahu kalau saya punya phobia sama cewek seksi, lantas tinggal bersiasat kasih cewek seksi, kemudian saya ketakutan, terus tinggal sedot habis hartanya. Mungkin itu sebabnya rekam medis tidak pernah bisa dibagi. Bahkan sekarang ini, antar rumah sakit saja masih hal yang tabu membicarakan hal tersebut.

Cukup ngalor-ngidulnya soal one stop service health solution. Sekarang balik lagi ke Halodoc.

Sekitar satu bulan lalu, mata kiri saya secara tidak sengaja tercakar oleh anak saya. Hasil Analisa dokter spesialis mata yang saya kuncungi, retina saya luka karenanya. Makanya saya diberi 2 obat tetes dan satu salep mata. Dan entah kenapa akhir pekan lalu mata saya mengalami sakit yang sama sejak hari jumat. Mau ke dokter, tapi harus #DiRumahSaja. Makanya karena yang ada saldonya adalah Gopay, enggak pikir panjang langsung instal Halodoc.

Seperti biasa, sebagai pengguna baru, langsung dibombardir dengan potongan biaya. Bayangkan saja untuk konsul via chat dengan dokter spesialis mata dikenakan 25 ribu. Ya walaupun dalam keterangan chatnya juga disebutkan kalau dokter tersebut juga sedang menangani pasien yang lain. Artinya dalam satu waktu tidak hanya saya saja yang sedang ditangani.

Ini bukan sharingan, ini mata merah dan berair.
Tanpa banyak cingcong, saya langsung cerita pengalaman saya bulan lalu disertai dengan foto selfie mengarah ke mata kiri yang saat itu merah dan berair. Tidak lama kemudian dokter menyebutkan analisanya dan merespkan obat. Waktu saya tanya apakah salep yang kemarin masih perlu dipakai? Dengan cepat dijawab tidak.

Sebenarnya saya ini iseng, pingin tahu apa yang terjadi kalau saya teruskan chatnya sampai sesinya habis. Tapi fisik berkata lain, mata kiri saya tidak bisa diajak kompromi. Jadi saya sudahi percakapannya dan pesan obatnya. Karena mata kiri gak kuat lama-lama dibuka, akhirnya saya pejamkan dan malah ketiduran.

Di sini drama kemudian muncul.

Saat bangun, saya melihat chat dari babang gojek yang mau antar obat saya dengan kata-kata yang kesal. Dari chatnya saya tahu kalau obat yang dibawa babang gojek itu balik lagi ke apotek. Duh maaf ya babang gojek.

Oke sekarang lanjut kontak apotek yang urus obat saya. Saya pingin tahu kejelasan ke mana nasibnya uang 264 ribu yang untuk obat. Ternyata setelah konfirmasi apotek, teteh apotekernya malah minta tebus tunai karena pesanan obat yang sebelumnya dicancel.

Untung sih masih ada duit, sebenernya tinggal pesan Goshop dan bayar cash ke apoteknya. Tapi karena saya belum dapat jawaban dari Halodoc, maka saya coba kontak semua channel.

Beneran iseng sih, coba via chat dan telp yang ada di aplikasi. Bahkan coba DM akun instagramnya. Yang paling ngeselin adalah saat coba telp nomor yang ada di aplikasi, jawabannya tidak terdaftar. Aneh juga ya untuk perusahaan sekelas Halodoc. Bisa tidak terdaftar. Btw saya pakai IM3 saat telp. Dan jawaban tidak terdaftar didengar setelah percobaan kedua di mana percobaan pertama menerima nada sambung tapi tidak diangkat (mungkin para agen sedang WFH).

Setelah semua channel komunikasi dicoba, akhirnya datang SMS dari Halodoc yang mengatakan kalau pesanan saya dicancel karena pengiriman obat gagal.

Iya, iya, saya mengakui kesalahan saya karena ketiduran sembari menunggu obat. Tapi saya kemudian komplen juga akhirnya dan titip pesan untuk tim produk Haldoco. Kenapa seluruh transaksi dibatalkan? Jika mengikuti skema yang diterapkan Gopay, transaksi refund baru bisa dilakukan setelah 3 hari kerja. Bayangkan jika saya (pasien) cuma punya duit di Gopay dan harus menunggu selama 3 hari? Niat mau mudah malah jadi susah. Apa tidak bisa Gosend-nya saja yang dibatalkan? Biar saya yang pesan Gosend sendiri?

Oh iya, ada satu lagi pembenaran saya. Soalnya di aplikasi Halodoc disebutkan obat sampai dalam 60 detik (1 menit). Padahal kalau mau jujur sih ini waktu babang Gojek sampai ke apotek. Bukan sampai ke tempat pasien (saya).

Setelah membaca SMS saya tersebut, mungkin teteh agen Halodoc-nya iba. Lantas dia memesankan lagi Gosend untuk jemput obat dan kirim ke tempat saya. Dan benar saja, kali ini teteh apotekernya kontak saya lagi dan minta nomor telepon selain nomor saya.

Nah, jadi catatan lagi nih untuk Halodoc dan Gojek. Saat pengiriman obat, nomor telepon yang dipegang sama babang gojek jangan cuma satu nomor saja. Saat komunikasi API, saya yakin yang dijadikan penerima obat adalah nomor pemilik akun Halodoc. Dimana nomor tersebut bisa jadi adalah nomor pasien yang mungkin kepayahan menunggu obat seperti yang saya alami. Jadi kasih juga nomor yang lain. Nomor ini bisa ditambahkan melalui konfigurasi akun di Halodoc atau pada saat pesan Gosend.

Buat kompetitor Halodoc, cerita saya semoga bermanfaat untuk membuat produknya jadi lebih baik ya.

NOTE: Tulisan ini dibuat lebih dari 24 jam setelah obat diterima. Mata kiri masih agak blur, tapi sudah tidak merah, sakit, dan berair. Tokcer.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment