Generasi "Coding" Generasi Logis



"Coding" akan masuk kurikulum 2016. Mungkin ini jadi angin segar bagi para pelaku industri IT. Artinya akan banyak stok manusia-manusia yang bisa 'ngoding'. Harus diakui, sekarang ini banyak sekali orang yang mengaku sebagai IT Developer tapi kurang canggih 'ngoding'-nya. Apa sih 'ngoding' itu? Bisa diartikan secara formal sebagai upaya programmer untuk memindahkan logika berjalannya sebuah aplikasi pada bahasa pemrograman yang digunakan. Anggap lah HTML adalah bahasa pemrograman. Maka ketika orang sedang menulis kode HTML, maka dia sedang 'ngoding'.

Saya benar-benar mengalami kesulitan dalam mencari orang yang cakap 'ngoding' sekarang ini. Rata-rata anak-anak IT sekarang ini lebih banyak langsung terjun sebagai Analyst tanpa melalui proses 'ngoding' yang panjang. "Coding" yang biasa dilakukan oleh programmer adalah pondasi untuk mensukseskan pengembangan aplikasi. Kalau aplikasi dianalogikan sebagai sebuah bangunan, maka programmer (bagi banyak orang) disamaratakan dengan pekerja bangunannya. Sementara Analyst dalam pengembang software bisa dianalogikan sebagai arsitek.

Jadi, sangat wajar jika generasi sekarang ini sebisamungkin langsung meloncat posisi sebagai Analyst. Baik yang junior atau pun prematur. Karena dari sisi 'prestise', posisi ini jelas menghasilkan benefit yang 'lebih tinggi' dibandingkan programmer. Padahal tidak melulu seperti itu kejadiannya.

Contoh paling kentara bisa dilihat pada tulisan berjudul : Anak ini Seharusnya Jadi Punggawa IT di Kompasiana. Bocah bernama Andre Christoga ini sudah piawai dalam dunia pengembangan IT. Usianya yang baru menginjak 11 tahun tidak menghalanginya untuk berkarya. Sudah beberapa aplikasi dibuatnya dan mejeng di Play Store. Dia adalah programmer.

Lantas apa kelebihan Programmer dibanding Analyst? Ketika seorang Programmer memiliki ide, Dia akan dengan mudah mengeksekusinya walau pun banyak bolong pada versi beta-nya. Bagaimana dengan Analyst? Dia hanya sibuk menganalisa dengan output yang mungkin secara keseluruhan proses jauh lebih komplit dan kompleks. Namun sangat sulit untuk dieksekusi. Sehingga yang dibuat hanya masuk dalam ranah RENCANA saja.

Sebenarnya kemampuan "coding" tidak melulu melahirkan seorang Programmer. "Coding" berlandaskan pada Algoritma yang baik akan menghasilkan developer IT yang adaptif dalam perkembangan bahasa pemrogaraman. Tidak hanya terbatas pada bahasa pemrograman saja, kemampuannya akan lebih mudah beradaptasi ketika diharuskan pindah framework/environment bahasa prmrograman yang lebih luas.

"Kedepannya, kalian itu nanti cuma jadi tukang jahit saja. Tidak akan ada hal baru dalam pengembangan software", begitu kata dosen saya dulu di sela-sela perkuliahannya. Mungkin benar, walau pun sekarang booming sekali aplikasi mobile, namun konsepnya tetap saja sama. Hanya perantaranya saja yang berbeda, teknologinya saja yang berbeda. Tinggal pengembang sanggup atau tidak menggabungkannya. Kemampuan adaptif sungguh diperlukan di sini.

Kembali lagi pada soal rencana kurikulum. Jika ditarik lagi semakin dasar, algoritma sebagai dasar "coding" adalah logika berpikir secara matematis. Artinya jika benar "coding" ini masuk kurikulum. Maka dipastikan akan hadir generasi yang logis dan ilmiah. 

Sebagai informasi saja, bos Facebook Mark Zuckerberg sudah memulai membuat aplikasi sejak usia belasan. Berharap saja generasi muda Indonesia kelak dipenuhi Mark Zuckerberg generasi baru yang cakap dalam IT, rendah hati dan terus berkarya.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment