Makin #BahagiadiRumah Setelah Damar Hadir

Jazari Damarion Idris anakku

Punya anak sungguh menyenangkan, melelahkan, mengkhawatirkan. Pokoknya semua rasa hati campur-campur bahagia. Sebagai seorang ayah, tentu ini jadi tantangan baru untuk bekerja lebih giat demi si buah hati. Secara sadar saya harus belajar secara utuh mengenai pendidikan anak. Karena saya percaya, anak yang hebat lahir dari orangtua yang hebat. Maksudnya sih bukan orangtua yang hebat itu punya pendidikan tinggi, jabatan yang tinggi atau kekayaan yang melimpah, tapi adalah orangtua yang hebat. Hebat sebagai orangtua.

Ah ribet ya?

Oh iya, saya ini statusnya sekarang adalah mahasiswa S1 Jurusan IT. Kemarin kebetulan pada mata kuliah agama, kami membahas soal orangtua yang baik. Wah ternyata dalam Islam itu tanggungjawab orangtua besar sekali. Saya tidak bicara hanya dari sisi Ayah atau Ibu saja, tapi keduanya.

Sering kita itu egois, fokus terhadap diri sendiri saja. Misal saya sebagai seorang ayah, hanya memperhatikan hak dan kewajiban seorang ayah saja pada anaknya. Begitu juga sebaliknya untuk ibu, hanya memperhatikan hak dan kewajibannya saja. Atau bahkan yang lebih parah, hanya memperhatikan kewajiban partner saja. Dalam hal ini, ibu menuntut kewajiban ayah atau ayah menuntut kewajiban ibu tanpa berkaca apakah kewajiban diri sendiri sudah dijalani apa belum?



Semenjak menikah, saya paham betul bahwa kata ganti untuk saya sudah bukan lagi SAYA, melainkan KAMI. Karena saya sudah menikah dan saya percaya ketika menikah, si laki-laki dan perempuan sudah harus menanggalkan keegoan masing-masing. Saya sih lebih senang menyebutnya sebagai berdamai dengan diri sendiri. Misalnya saja saat bujangan dulu saya senang sekali jajan makanan ringan. Maka semenjak menikah, hobi tersebut harus dikurangi mengingat cita-cita bersama untuk membeli rumah misalnya. Terlebih setelah anak lahir. Benar-benar harus berdamai dengan diri sendiri. Dahulukan anak.

Saya termasuk orang yang percaya dengan tagline Ayah Edy si psikolog anak yang memiliki tagline Indonesia Strong from Home. Saya yakin, masalah-masalah yang dihadapi Indonesia dewasa ini adalah salah asuh anak di rumah oleh orangtuanya.

Tahu kan fenomena love wins beberapa bulan terakhir? Itu loh disahkannya undang-undang pernikahan sejenis di Amerika sana yang sempat bikin heboh dunia. Dan saya percaya banget bahwa pola asuh anak juga berperan dalam pembentukan si anak kelak menjadi LGBT.

Ilustrasi love wins - http://ladyofthelakeparish.org/

Saya percaya bahwa salah satu penyebab menjadi Homo adalah hilangnya salah satu panutan gender di dalam keluarga. Salah satu sosok dari ayah atau ibu tidak ditemukan dan tidak jadi panutan oleh si anak. Atau ketika salah satunya begitu dominan untuk dicintai atau dibenci. Misal si anak perempuan benci sekali dengan ayahnya, atau sebaliknya. Bisa-bisa kebencian terus tumbuh menjadi kebencian terhadap gender sehingga anak perempuan benci dengan laki-laki.

Atau bisa jadi kebencian terhadap gender muncul karena kekecewaan terhadap kekasih (pacar) saat remaja. Saking bencinya, kebencian tadi terus tumbuh menjadi benci terhadap gender. Nah, ini juga ada peran orangtua untuk menyiapkan mental si anak untuk lebih tangguh. Selebihnya, menjadi LGBT bisa terjadi karena faktor lingkungan dan trauma. Kalau ada yang bilang LGBT timbul dari sananya sepertinya sulit diterima, karena pemahaman dari sananya itu tentu tumbuh dari pengalaman hidup sebelum-sebelumnya.



Udah ah balik lagi ke soal anak.

Sejak sebelum menikah, saya dan istri sempat berbincang soal tipe-tipe manusia. Sebenarnya bukan berbincang sih, lebih tepatnya saya yang banyak diberitahu oleh istri. Katanya begini, manusia itu secara umum bisa dibagi menjadi 3 jenis, pertama manusia audio, manusia visual dan manusia kinestetik. Ketiga kecendrungan manusia ini tentu mempengaruhi kadar hubungan yang perlu diterapkan.

Begini, untuk manusia audio, dia cenderung lebih senang dengar kata orang. Jadi selama orang sekitarnya tidak mempermasalahkan, maka dia baik-baik saja. Atau ketika si manusia audio menerima pujian verbal, maka senangnya bukan main. Tapi kalau mendengar hal-hal yang jelek-jelek, dijamin kesal.

Sementara manusia visual, lebih senang dengan hal-hal yang sedap dipandang. Kalau beli baju harus yang terlihat cantik di matanya. Setiap memilih barang pasti looknya dulu yang dilihat. Selama terlihat cantik dan sedap dipandang, pasti dibeli. Harga dan kenyamanan saat memakai kadang jadi prioritas nomor sekian setelahnya.

Yang terakhir adalah manusia kinestetik. Manusia model ini lebih mementingkan kenyamanan pribadi. Tidak peduli kata orang, tidak peduli wujudnya kurang menarik, yang penting selama enak dipakai tentu akan jadi pilihan utama.

Nah begitu juga untuk hubungan manusia. Bayangkan kalau si visual menjalin hubungan dengan si kinestetik. Si visual merasa si kinestetik tidak sayang padanya lantaran tidak pernah membelikan yang cantik-cantik untuknya. Sementara si kinestetik merasa tidak disayang lantaran tidak pernah dibelai atau dipeluk oleh si visual. Hal ini bisa terjadi karena si visual menganggap yang cantik-cantik lebih penting daripada sebuah pelukan. Begitu juga sebaliknya, si kinestetik menganggap bahwa sentuhan adalah hal utama ketimbang barang-barang cantik.

Sudah tahu ada tiga jenis manusia, namun dalam mengasuh anak, tentu harus diberikan ketiganya. Beri barang yang sedap dipandang, berikan panggilan yang baik-baik, dan jangan lupa untuk tetap memberikan pelukan dan ciuman.


Waktu sebelum punya anak, saya sempat berpikir ketika teman-teman yang sudah jadi bapak, beberapa kali sering update status dan bilang kalau capek hilang setelah lihat anak bahwa mereka itu lebay. Paling biar dibilang sayang anak aja makanya update status seperti itu. Tapi ketika saya mengalaminya sendiri, pulang kantor kalau lihat Damar tidur justru sedih. Tapi begitu pulang kantor lihat dia masih terjaga, senang sekali rasanya. Bisa main walaupun setelah melelahkan sekali.

Selain memberikan me time pada istri yang sudah seharian bersama Damar, saya dan istri juga sepakat untuk berbagi peran dalam mengurus Damar. Terus terang saya khawatir sekali dengan yang terjadi dewasa ini. Prilaku anak-anak yang semakin aneh dan diluar batas. Pokoknya mengerikan. Dan sekarang fokus ke Damar dulu biar pertumbuhannya baik.



Lah kalau tiap pagi kayak di atas, apa enggak #BahagiadiRumah?
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment