Sekilas Singapore, Sebuah Catatan

Sebuah landmark di Singapura, sebut saja bangunan namanya.
Nih orang kenapa sih? Marah-marah melulu! Mungkin kurang piknik.

Piknik buat banyak orang adalah sebuah sarana untuk melihat dunia. Sebenarnya komentar di atas itu ditujukan bagi orang-orang yang dianggap sempit pikirannya hingga merasa benar sendiri. Karena sejatinya kalau mau meluangkan waktu sedikit saja untuk memahami sudut pandang orang lain, akan berbeda hasilnya.

Itu lah kenapa yang mendasari saya pingin banget keliling melihat dunia. Bukan cuma melihat atau mendengar dari orang-orang yang habis dari sana, tapi juga pingin merasakan secara langsung melalui semua panca indera, bagaimana rasanya ada di sana. Buat perbandingan, buat pembelajaran dan yang paling penting bisa membantu merubah diri menjadi lebih baik. (halah klise sekali ya?)

Singapura itu negara ajaib! Bayangkan saja, biarpun dihimpit negara-negara (yang katanya) berkembang, dia bisa sukses sendirian menjadi negara maju. Dan ini yang saya dapatkan selama berada di sana kurang lebih 4 harian.

Multi etnis

Negara ini persemakmuran Inggris kan ya? Dan terlihat sekali kalau Inggris ini ingin mewakili seluruh negara persemakmurannya. Persemakmuran kalau bahasa kasarnya, bekas jajahan. Bekas jajahan Inggris ini sangat tercermin dari etnis-etnis yang ada di Singapura. Dengan klaim bahwa Inggris menyatukan dunia rasanya bukan isapan jempol juga sih. Coba lihat etnis-etnisnya.

Sebuah cuplikan dalam merayakan NDP (National Day Parade) Singapore 2018 yang menggambarkan kalau Singapore ini multi-etnis dan tetap harmonis - buro247.sg
India, negara bekas jajahan Inggris ini sekarang melesat secara ekonomi dan teknologi. Bisa dibilang india ini adalah perwakilan dari Arab.

China, etnis ini sangat terwakili di Singapura. Lihat saja bagaimana bahasa mandarin begitu dekat hingga banyak sekali toko bertuliskan mandarin. Mungkin ini representasi Hongkong yang pernah jadi persemakmuran Inggris juga.

Melayu, sudah jelas lah ya kalau Asia Tenggara ini rumahnya orang melayu. Mungkin ini representasi Malaysia yang juga persemakmuran Inggris.

Bule, ya jelas lah ini representasi Inggris itu sendiri.

Tertib - Tegak Aturan

Hal pertama yang mengejutkan buat saya ketika tiba di Singapura adalah saat melihat antrean kendaraan di lampu merah dari tempat kami menginap. Jaraknya jauh sekali, mungkin bisa disisipkan 1 mobil lagi diantara jarak mobil yang berbaris. Di sana juga terdapat yellow box junction yang benar-benar steril

Pembangunan tetap memperhatikan sekitar. Tidak produksi kotoroan (debu dll) dan tetap memperhatikan fasilitas (pejalan kaki tetap dapat haknya).
Saya sih menduga kenapa Singapura ini tertib karena setidaknya 2 hal :

1. Masyarakat Singapura ini benar-benar sudah merasakan manfaat dari tertib ini. Jalan lebih pasti, kemacetan bisa terprediksi dan lain sebagainya. Karena kalau sudah dapat kepastian macam begini kan bikin gampang melakukan aktifitas. Lebih mudah memprediksi hingga lebih waktu.

2. Rasa memiliki yabg tinggi. Mungkin karena sadar masyarakatnya membayar pajak dan tahu persis penggunaan pajaknya untuk apa saja, maka output dari pajaknya pun dijaga seperti milik pribadi untuk kepentingan bersama.

Suasana jalanan Singapura dari atas bis tingkat

Harmonis

Saya melihat pemandangan keren waktu makan di Al Frose. Pelayan yang India, menyapa hangat seorang Tiongkok yang berumur masuk ke dalam kedai. Mereka bukan cuma bersalaman, tapi juga berpelukan. Dan sempat beberapa waktu si pelayan kedai ngobrol di meja tempat si kakek duduk sebelum melayani yang lain.

Sementara ini sih saya menduga kalau suasana harmonis ini muncul karena kesetaraan. Enggak ada tuh anggapan primordial yang kadang tertanam pada kesukuan di Indonesia (NB: sudah jadi catatan sejak belajar PPKn di SMP kalau watak primordial ini harus dihapuskan). Apa itu primordial? Bisa dibilang perasaan superior dibandingkan yang lain. Kebayang dong kalau misalnya ada paham si Melayu merasa lebih berhak karena penduduk asli ketimbang si India atau si Bule? Runyam urusannya.

Jadi, kesimpulan saya sih bilang kalau perasaan setara dan sama yang kemudian mendasari bahwa mereka beda cuma fisik saja kok. Secara hak dan kewajiban sama! Ditambah lagi penjelasan Uncu soal pendidikan di Singapura.

Uncu adalah tantenya mertua yang tinggal Singapura. Usianya mungkin sudah lebih dari 90 tahun. Karena mamah (mertua) juga tidak tahu kapan lahirnya.

Kata Uncu, sekarang sekolah-sekolah mulai digabung. Dulu sih ada sekolah khusus Melayu, sekolah India dan seterusnya. Sekarang digabungkan. Bahasa pengantarnya bahasa Inggris. Tapi ada juga mata pelajaran soal Melayu, Mandarin dan India katanya. Mungkin kalau di Indonesia bisa dibilang muatan lokal.

Setidaknya ada satu kalimat untuk menunjang keharmonisan ini. Perlu diingat kalau kita ini setara, jangan pernah merasa tinggi atau merasa rendah, kita sama!

Udah segitu aja ah.
Share on Google Plus

0 komentar :

Post a Comment